Suara.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengaku telah menuangkan keterangan saat pertama kali diperiksa polisi soal kasus penyebara berita bohong alias hoaks, Ratna Sarumpaet. Sesuai dengan keterangan yang ditorehkan ke berita acara pemeriksaan (BAP), Said meenyebut jika Ratna Sarumpaet telah berbohong soal klaim penganiayaan hingga wajahnya babak belur.
"Pada kesaksian yang pertama pun di BAP, saya menyampaikan bahwa sesungguhnya yang berbohong adalah Ratna Sarumpaet yang kita tidak pernah mengerti dari awal," kata Said Iqbal di Polda Metro Jaya, Jumat (26/10/2018).
Terkait skandal hoaks ini, polisi kembali memanggil Said Iqbal sebagai saksi. Dia pun mengaku turut menjadi korban terkait klaim penganiayaan yang disebar Ratna.
"Pada prinsipnya saya berpendapat bahwa kami adalah korban dari kebohongan yang telah dilakukan Ratna Sarumpaet," kata dia.
Baca Juga: Hadapi Timnas Indonesia U-19, Kageyama: Kami Akan Kerja Keras
Selain Said Iqbal, polisi juga memanggil Wakil Ketua Tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Nanik S Deyang dan Koordinator Juru Bicara Tim BPN Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai saksi dalam kasus yang sama. Polisi nantinya akan mengonfrontir keterangan ketiga tokoh itu dengan Ratna Sarumpaet.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menjelaskan, alasan polisi mempertemukan Ratna dengan tiga tokoh itu dalam agenda pemeriksaan, karena polisi masih memerlukan keterangan tambahan untuk melengkapi berkas penyidikan kasus tersebut.
"Setelah dilakukan analis dalam gelar (perkara), kita perlu (keterangan) tambahan," kata Argo saat dikonfirmasi.
Diketahui, polisi resmi menahan Ratna setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyebaran hoaks di media sosial. Penahanan itu dilakukan, setelah polisi meringkus Ratna Sarumpaet di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten pada Kamis (4/10) malam.
Dalam kasus ini, Ratna dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 46 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 Juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari penerapan pasal berlapis itu, Ratna terancam hukuman pidana 10 tahun penjara
Baca Juga: Hindari 4 Emosi Negatif Ini, Agar Hidup Mudah Bahagia