Suara.com - Pemerintah Prancis sedang mempertimbangkan untuk menambahkan mata pelajaran bahasa Arab di sekolah-sekolah negeri, demikian diwartakan Newsweek, Rabu (24/10/2018).
Rencana pemerintah Presiden Emmanuel Macron itu merupakan salah satu upaya untuk menyajikan bahasa Arab secara sekuler, memisahkannya dari Islam, dan lebih penting lagi untuk mempersempit jurang antara minoritas Islam dengan warga Prancis lainnya.
Selama ini di Prancis, bahasa Arab diajarkan di kelas-kelas privat dan sering kali dipelajari di dalam masjid, satu paket dengan pelajaran menghafal Quran.
"Kami meragukan cara bahasa Arab diajarkan saat ini, dalam struktur yang berbeda dan dengan tendensi komunitarian," kata Menteri Pendidikan Prancis, Jean-Michel Blanquer seperti dikutip Newsweek dari The Wall Street Journal.
Menurut pemerintah Prancis, ketika anak-anak Muslim belajar bahasa Arab di kelas privat dan bukan di sekolah, maka jurang antara komunitas minoritas Islam dengan masyarakat Prancis lainnya akan semakin lebar.
Sebelumnya sebuah lembaga riset Prancis, Institut Montaigne pada September lalu merilis sebuah studi, yang salah satu kesimpulannya mengatakan bahwa mengajarkan Arab di sekolah negeri bisa menghentikan para perekrut teroris berbaju ulama menipu anak-anak muda dalam kelas-kelas privat bahasa Arab untuk bergabung dengan kelompok teroris.
"Menghidupkan lagi pengajaran bahasa Arab adalah kunci, terutama karena pelajaran bahasa Arab telah menjadi alat kelompok Islamis untuk menarik anak-anak muda ke sekolah serta masjid mereka," tulis Hakim El Karoui, pakar Islam yang terlibat dalam studi itu.
Meski demikian gagasan pemerintah Prancis itu bukan tanpa penolakan. Para politikus konservatif Prancis tak yakin rencana itu akan berhasil.
"Menurut saya Blanquer membuat kesalahan: mengajarkan bahasa Arab di sekolah menengah tidak akan mencegah anak-anak masuk sekolah Quran dan tak akan menyelesaikan masalah... dan kebangkitan salafisme," kata Annie Genevard, anggota parlemen Prancis dari Partai Republicains.
"Saya mendukung pengajaran bahasa Prancis, karena bahasa ini membantu anak-anak muda bekerja, ketimbang bahasa yang akan secara sistematis mengurung murid-murid dalam budaya asal mereka," kritik Louis Aliot, anggota Partai Barisan Nasional yang beraliran kanan.