Suara.com - Kementerian Pertanian (Kementan) akan mengembangkan pemanfaatan varietas lokal, sebagai upaya mencapai target Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045. Hal tersebut diungkapkan Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Perdagangan dan Hubungan Internasional, Mat Syukur, saat mewakili Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, membuka "Seminar dan Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan dan Pemanfaatan Varietas Lokal Indonesia", di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (24/10/2018).
"Kami sangat yakin akan terwujudnya Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045, bila semua potensi yang kita miliki dapat kita berdayakan secara optimum," katanya.
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan sumber daya hayati yang berlimpah, atau megabiodiversity. Kekayaan sumber daya genetik (SDG) ini seyogyanya diikuti dengan sistem pendaftaran, pelestarian, pemanfaatan, perlindungan biofisik (konservasi) dan perlindungan hukum SDG yang kuat.
"SDG yang kita miliki bisa menjadi potensi ekonomi baru yang dapat memberikan manfaat sebagai pendapatan masyarakat dengan nilai yang tidak sedikit, bila dikelola dengan baik antara pemerintah, lembaga penelitian, dan masyarakat," tutur Syukur.
Baca Juga: Mentan Optimistis Indonesia Jadi Lumbung Pangan Dunia pada 2045
Lebih lanjut, ia menuturkan, dalam pengembangan varietas lokal ini, pemerintah akan belajar banyak dari Belanda. Belanda merupakan negara eskportir terbesar kedua di dunia bidang pertanian.
Pada 2017 saja, total nilai ekspor negara ini mencapai USD 113.5 miliar, atau 92 miliar Euro, dengan andalan ekspor antara lain, bunga, umbi, daging dan susu.
"Meskipun tidak sekaya Indonesia, Belanda bisa memperkaya koleksi dari setiap sumber daya hayati yang dimiliki, dengan melakukan pertukaran atau berbagai cara. Berkaca pada keberhasilan Belanda, kami menyambut baik inisiasi yang telah dilakukan dengan melaksanakan pendaftaran varietas lokal, sebagai cikal bakal penyusunan database lengkap dari sumber daya hayati kita," tambahnya.
Sudah banyak daerah di Indonesia yang menjadikan varietas lokal sebagai indikasi geografis dan menjadi ikon daya tarik dalam pengembangan pariwisata dan kegiatan ekonomi daerah.
"Di antaranya Kopi Gayo, Beras Cianjur, Beras Solok. Varietas-varietas lokal tersebut sudah menjadi sumber pengembangan ekonomi," ungkap Syukur.
Turut hadir sebagai narasumber, pakar lingkungan hidup, Prof. Emil Salim. Ia menyampaikan, Indonesia memiliki varietas lokal atau plasma nutfah yang beragam.
"Kebinekaan plasma nutfah itu kunci Indonesia. Tidak ada negara lain dengan keanekaragaman seluas, sedalam, dan sebanyak Indonesia," ujar lelaki, yang sempat menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup di era pemerintahan Soeharto.
Emil mengungkapkan peran Kementan melalui Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian, yang disebutnya sangat vital dalam melakukan pendataan jenis varietas lokal yang dimiliki Indonesia. Hal ini krusial, agar potensi seluruh varietas dapat dikembangkan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
"Kementan adalah benteng keanekaragaman hayati. Sumber daya alam dan keanekaragaman hayati di berbagai wilayah Indonesia bisa kita manfaatkan, kembangkan, untuk kemaslahatan, kesejahteraan masyarakat kita," katanya.