Suara.com - Pengamat politik dari Universitas Indonesia Ade Reza Haryadi menilai, pembunuhan kolomnis The Washington Post asal Arab Saudi, Jamal Khashoggi, sebagai bentuk tindakan respresif. Kuat dugaan pembunuhan Khashoggi disponsori otoritas Kerajaan Raja Salman.
Khashoggi hilang sejak memasuki konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober. Ia diduga dimutilasi oleh intelijen Arab Saudi. Namun, pihak Saudi mengklaim Khashoggi tewas karena berkelahi.
Ade menjelaskan, pembunuhan Khashoggi jelas termasuk ke dalam tindakan pelanggaran HAM berat. Tak hanya itu, dengan adanya dugaan kuat Arab Saudi menjadi dalang dalam pembunuhan tersebut, Ade menilai kerajaan itu telah mengabaikan komitmen sebagai demokratis.
"Tidak hanya pelanggaran HAM berat, tetapi juga merupakan langkah mundur bagi komitmen Arab Saudi untuk mewujudkan negara yang makin demokratis," jelas Ade kepada Suara.com, Senin (22/10/2018).
Baca Juga: KPK Perpanjang Masa Tahanan Tiga Tersangka Suap Pajak di Ambon
Ade mengetahui pembunuhan tersebut terjadi dalam lingkungan diplomatik Arab Saudi di Turki. Menurut Ade, hal tersebut dapat memicu adanya kecurigaan karena Arab Saudi yang seolah membiarkan tindakan operasi ilegal di wilayah Turki.
Oleh sebab itu, sudah seharusnya Arab Saudi bertanggung dengan menyeret seluruh aktor di balik pembunuhan Khashoggi.
Selain itu, Arab Saudi harus berani mengungkapkan lokasi jenazah Khashoggi yang telah dimutilasi.
"Menjadi kewajiban bagi pemerintah Arab Saudi guna menyeret ke muka hukum seluruh aktor intelektual maupun operator lapangan yang terlibat dalam pembunuhan dan mengambil tanggungjawab dalam menemukan jenazah Jamal Khashoggi," ujarnya.
Sejauh ini, pemerintah Arab Saudi telah menyampaikan permohonan maafnya kepada keluarga Khashoggi.
Baca Juga: Janda Tewas Tanpa Busana, Sendok Menancap di Kemaluan
Akan tetapi, menurut Ade hal tersebut dirasakan belum cukup sebelum Arab Saudi menyampaikan permintaan maafnya juga kepada komunitas internasional.