Saya mecoba melawan kekhawatiran saya dengan menghisap sebatang rokok sabil memesan secangkir kopi. Ternyata kopi dan rokok bukan solusi untuk menenangkan pikiran saya. Maklum, ini adalah pengalaman pertama saya menyeberang laut lepas menggunakan perahu.
Sampai akhirnya saya memutuskan memesan nasi dengan banyak lauk. Saya pesan satu porsi nasi gule tambah telur, tambah ayam dan tambah daging. Untuk minuman, saya memilih air putih saja.
Setelah perut saya kenyang, saya berharap tidak berfikir yang aneh-aneh ketika di atas perahu. Namun tetap saja, nasi dengan banyak lauk ternyata juga tidak menjadi solusi.
Akhirnya, daripada pikiran kacau, saya memutuskan segera berangkat dengan menyewa perahu. Dan kebetulan ada empat orang dari yayasan yang bertujuan sama.
Baca Juga: Kisah Nenek Sunati, Tertimbun Reruntuhan Gempa Pulau Sapudi
Saya pun berangkat. Lima menit pertama, kondisi saya masih fit meski pikiran saya kacau. 15 menit kemudian keringat di sekujur tubuh mulai keluar bersamaan. Saya mulai ketahutan,
Saya mencoba melawan rasa takut itu, sedikit berhasil. Satu jam pertama saya masih bisa duduk dengan tenang dan mengikuti ritme ombak laut yang makin menggila.
Namun lima menit kemudian, tubuh saya sudah tidak kuat lagi. Mata mulai berkunang-kunang, nasi yang terlanjur masuk dalam perut berusaha memaksa keluar. Akhirnya saya putuskan untuk merebahkan tubuh yang sudah tak berdaya ini.
Saya tarik tas perlahan-lahan untuk saya jadikan bantal. Saya mencoba memejamkan mata dan terus berdoa agara dijauhkan dari musibah selama perjalanan. Sampai akhirnya saya tertidur dan tidak lagi melihat deburan ombak.
Ketika mata saya terbuka, ternyata Pulau Sapudi sudah ada di depan saya. Saya bergegas bangun dan mencoba menikmati indahnya pantai Pelabuhan Sokorami, Kecamatan Nonggunung, Kabupaten Sumenep.
Baca Juga: Korban Gempa Sapudi Sehari Makan 2 Kali Pakai Sayur Daun Pepaya
Saya pun menyapa, "Selamat datang Pulau Sapudi".