Suara.com - Pemerintah DKI Jakarta dituding tidak menepati janji-janji untuk masyarakat terdampak pembuangan sampah Ibu Kota di Bantargebang, Bekasi. Bahkan gara-gara sampah Jakarta, keadaan lingkungan di sana semakin buruk.
Sejumlah warga dari tiga kelurahan di Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi yang berdekatan dengan TPST menilai penanganan sampah secara swadaya oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di lingkungan mereka semakin memburuk. Hal itu terjadi sejak tahun 2016, saat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi gubernur DKI Jakarta.
"Sejak diambil alih pengelolaannya oleh DKI Jakarta pada 2016, masih ada 12 janji DKI kepada warga yang hingga kini belum terpenuhi," kata warga Kampung Cikiwul RT05/RW04, Kelurahan Cikiwul, Bantargebang, Wandi (49), Rabu (17/10/2018).
Ke-12 janji tersebut di antaranya penyediaan membran untuk kebutuhan covering landfill, pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan, melakukan audit lingkungan di sekitar TPST Bantargebang, menyusun dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), melaksanakan Analisa Dampak Lingkungan TPST Bantargebang, membangun buffer zone atau penghijauan di TPST Bantargebang.
Baca Juga: Tawuran Pelajar di Bantargebang, 1 Tewas Mengenaskan
Selanjutnya, memperbaiki saluran air lindi di TPST Bantargebang, penambahan sumur artesis dan pipanisasi untuk pemenuhan air bersih bagi warga sekitar, penurapan Kali Ciasem sepanjang 3 Km, membantu penyediaan obat-obatan bagi warga sekitar, embuat sumur pantau di sekitar TPST Bantargebang dan memberikan bantuan empat unit kendaraan operasional.
Wendi mengatakan, warga setempat telah berniat mendatangi Balai Kota DKI Jakarta, di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, pada akhir Oktober 2018 untuk menagih janji tersebut.
Pihaknya akan menyertakan sejumlah dokumen dan surat permohonan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar mengecek persoalan itu.
Ke-12 poin kesepakatan itu merupakan janji pengelola TPST sejak diambil alih dari pihak swasta pada Juli 2016 yang tidak dilaksanakan dengan baik.
"Pemaparan itu disampaikan saat masa transisi pengelolaan TPST dari pihak swasta ke DKI pada 2016 lalu," katanya.
Baca Juga: Warga Bekasi Terdampak Air Sampah Bantargebang, Ini Solusi DKI
Menurut dia, pengelolaan sampah di TPST Bantargebang justru mengalami kemunduran sejak ditinggal oleh pihak swasta PT Godang Tua Jaya.
"Dulu yang awalnya menggunakan sistem sanitary landfill atau sampah ditumpuk dengan lapisan tanah, sekarang malah memakai open dumping atau sampah dibuang begitu saja setelah dibuang menggunakan truk," katanya.
Dampaknya, kata dia, air licit atau lindi dari tumpukan sampah itu mengalir hingga ke selokan warga tanpa dikelola terlebih dahulu ke dalam Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS).
Hubungan Jakarta dan Kota Bekasi memanas. Pemerintah Kota Bekasi memberikan peringatan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait ketidakjelasan kerja sama kemitraan daerah tahun 2018 dengan melarang truk sampah dari Jakarta melintas ke Bantargebang mulai Rabu (17/10/2018) siang.
Siang tadi, sejumlah anggota Dinas Perhubungan Kota Bekasi menghentikan puluhan truk sampah milik DKI Jakarta yang melintas di Jalan Raya Jendral Sudirman, Kecamatan Bekasi Selatan. Truk yang masih berisi sampah dari arah Jakarta Timur menuju Bantargebang via Jalan Ahmad Yani itu distop petugas Dishub dan diberhentikan di bahu Jalan Jendral Sudirman depan Hutan Kota Bekasi.
Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, membenarkan bahwa pihaknya melakukan tindakan tersebut karena belum ada kejelasan mengenai perjanjian kerja sama dengan DKI terkait pemanfaatan lahan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
"Kita kan dengan DKI itu sudah ada perjanjian kerja sama, kami memberikan yang terbaik kepada DKI," katanya.
Menurut dia, ada kewajiban DKI di Bantargebang karena memanfaatkan lahan di sana sebagai penampungan sampah hingga 7.000 ton per hari. Kewajiban di sana sifatnya wajib dan harus dilakukan oleh DKI dalam bentuk kompensasi kepada warga terdampak berupa uang tunai, dan pembangunan infrastuktur sampai kepada pemulihan lingkungan. (Antara)