Prabowo Sebut Kebodohan Ekonomi, TKN Jokowi: Harusnya Seperti Apa

Jum'at, 12 Oktober 2018 | 21:34 WIB
Prabowo Sebut Kebodohan Ekonomi, TKN Jokowi: Harusnya Seperti Apa
Capres Prabowo Subianto memberikan sambutan di Rakernas LDII tahun 2018. (Dok. Partai Gerindra).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Maruf Amin, Arsul Sani memberikan komentar terkait Calon Presiden Prabowo Subianto yang menyebut Indonesia sedang mengalami kebodohan ekonomi.

Arsul mengaku kerap kali mendengar kritikan baik dari Prabowo sendiri maupun tim pemenangannya. Namun, Arsul menanyakan kembali terkait solusi yang seharusnya disampaikan dari tim Prabowo - Sandiaga.

"Pak Prabowo tampaknya juga senada. Nada dasarnya sama juga sama tim nya kan begitu. Padahal yang kita ingin dengar itu, katakanlah kalau kebijakan ekonomi nya pak Jokowi itu salah, harusnya seperti apa?," jelas Arsul di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jumat (12/10/2018).

Menurut Arsul, di setiap negara demokrat, perbedaan antara pihak pemerintah dengan oposisi berada dalam titik saling berperang konsep. Namun yang dilihat Arsul saat ini hanyalah saling menyalahkan.

"Yang ada adalah dalam hal ini menakut-nakuti rakyat. Mulai dari Indonesia bubar, Indonesia akan punah, kemudian sistem perekonomian Indonesia kacau atau apa. Yang bener itu seperti apa? Itu contoh misalnya yang kita harapkan," pungkasnya.

Untuk diketahui, Calon Presiden Prabowo Subianto kembali mengkritik keras terkait kondisi perekonomian Indonesia. Bahkan, Prabowo menyebut Indonesia sedang mengalami ‘The Economics of Stupidity’.

The Economics of Stupidity yang dilontarkan Prabowo berlandaskan pandangannya kepada penerapan sistem ekonomi yang sedang dijalankan pemerintah saat ini.

Prabowo menyebut bahwa sistem yang digunakan pada pemerintahan kali ini bahkan lebih parah dari neoliberalisme. Pasalnya, Prabowo menilai kekayaan alam di Indonesia yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan swasta tak menguntungkan negara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI