Suara.com - Calon presiden nomor urut dua Prabowo Subianto mengkritik keras pemerintah terkait kondisi perekonomian Indoenesia saat ini. Bahkan, Prabowo menyebut Indonesia sedang mengalami The Economics of Stupidity.
The Economics of Stupidity yang dilontarkan Prabowo berlandaskan pandangannya terhadap penerapan sistem ekonomi yang sedang dijalankan pemerintahan saat ini.
Prabowo pernah menghembuskan pemerintahan Jokowi menganut sistem neoliberalisme, yang dianut oleh Amerika Serikat, yakni menjalani sistem ekonomi dengan menyerahkan seluruh kegiatan perekonomiannya pada pasar atau pasar bebas (free trade) di awal 2018.
Namun kini, Prabowo menyebut bahwa sistem yang digunakan pada pemerintahan kali ini lebih parah dari neoliberalisme. Pasalnya, Prabowo menilai kekayaan alam di Indonesia yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan swasta tak menguntungkan negara.
Baca Juga: Tiru Slogan Donald Trump, Kubu Jokowi: Prabowo Tak Kreatif
“Menurut saya bukan ekonomi neolib lagi ini lebih parah dari neolib. Ini harus istilah baru dari neolib ini menurut saya ekonomi kebodohan. The Economics of Stupidity. Ini yang terjadi,” kata Prabowo dalam pidatonya di Rakernas Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di pondok pesantren Minhajurrosyidin, Jakarta, Kamis (11/10/2018).
Prabowo memaparkan, Rasio pemerataan kekayaan masyarakat Indonesia ialah 45,4 yang diartikan olehnya 1 persen masyarakat Indonesia menguasai 45 persen kekayaan.
Dengan demikian, menurut Prabowo, kondisi perekonomian masyarakat Indonesia tidak mengarah kepada kesejahteraan.
“Rasio Indonesia sekarang adalah disebut dengan angka 45,4 artinya 1 persen rakyat kita menguasai 45 persen kekayaan. Jadi konsentrasi kekayaan di 1 persen. Di mana terwujud kesejahteraan? Tidak mungkin,” pungkas mantan Danjen Kopassus itu.
Baca Juga: Jokowi Tunda Naikkan Harga Premium, Ini Sindiran Kubu Prabowo