Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengidentifikasi ada 3 orang yang diisilahkan sebagai 'trio kwek-kwek dalam kasus suap Wali Kota Pasuruan 2016-2021 Setiyono. Mereka sebagai perpanjangan tangan dari wali kota.
Namun, KPK belum bisa menyebutkan siapa saja tiga orang tersebut. Ketiga orang tersebut juga diduga membagi-bagi proyek dan kemudian mengaturnya secara masing-masing.
"KPK sudah mengidentifikasi siapa saja diduga tiga orang yang diduga sebagai perpanjangan tangan dari Wali Kota dan tentu akan kami periksa untuk melihat lebih lanjut dugaan proyek-proyek apa saja yang mereka kelola dan juga sejauh mana Wali Kota juga mendapatkan "fee" dari proyek tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin (8/10/2018).
"Ada pembagian-pembagian yang mereka lakukan, misalnya A itu lebih menangani sejumlah proyek dengan rincian tertentu kemudian dua orang lain menangangi proyek lain. KPK sedang melakukan proses identifikasi tersebut tetapi tentu identitas dari orang-orang itu sudah kami pegang," lanjut papar Febri.
Baca Juga: Terjaring OTT, Wali Kota Pasuruan Langsung Ditahan KPK
Selain itu, lanjut Febri, KPK juga tengah mengidentifikasi sekitar 10 proyek dalam kasus suap Wali Kota Pasuruan tersebut.
"Saat ini ada sekitar lebih dari 10 proyek di Pasuruan yang sedang kami identifikasi yang diduga ada tabulasi nilai proyek HPS (harga perkiraan sendiri) dan nilai kontrak," kata Febri.
KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus itu. Diduga sebagai penerima antara lain Wali Kota Pasuran 2016-2021 Setiyono, staf Ahli atau Plh Kadis PU Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo, staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Ti Hardianto. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yakni swasta atau perwakilan CV Mahadir Muhammad Baqir.
Setiyono diduga menerima 10 persen "fee" dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yaitu sebesar Rp2,297 miliar ditambah 1 persen untuk kelompok kerja (pokja) terkait proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Miro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD Tahun Anggaran 2018.
Pemberian "fee" itu dilakukan secara bertahap yaitu pertama, pada 24 Agustus 2018 M 2018, Muhammad Baqir mentransfer kepada Wahyu Tri Harianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi. Pada 4 September 2018, CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2,21 miliar.
Baca Juga: KPK Tetapkan Wali Kota Pasuruan Setiyono Tersangka Suap
Kedua, pada 7 September 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhammad Baqir melakukan setor tunai kepada Wali Kota Pasuruan Setiyono melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau sekitar Rp115 juta. Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama proyek cair.
Sebagai pihak penerima Setiyono, Dwi Fitri Nurcahyo, dan Wahyu Tri Hardianto disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap, Muhammad Baqir disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Antara)