Suara.com - Majelis Ulama Indonesia Kota Palu, Sulawesi Tengah, menegaskan, mayat korban gempa dan tsunami di daerah tersebut halal dibakar, bukan dikubur.
Syaratnya, Ketua MUI Kota Palu Zainal Abidin mengatakan, pembakaran itu bisa dilakukan kalau jenazah korban gempa dan tsunami tersebut dikhawatirkan justru hancur bila dievakuasi dari balik reruntuhan.
Penegasan itu merupakan respons atas informasi dari anggota Tim SAR Basarnas, Chandra, yang mengatakan bagian mayat di Petobo, Palu, bila diangkat dari puing-puing reruntuhan sangat mungkin hancur, terpisah dari badan karena sudah berhari-hari membusuk.
”Bila tidak memungkinkan untuk diangkat atau dikeluarkan dari puing-puing reruntuhan, maka mayat boleh dibakar, namun harus berkonsultasi dengan keluarga korban. Bila keluarga mengizinkan, maka lakukan. Tetapi bila tidak dizinkan, maka jangan lakukan," kata Zainal seperti diberitakan Antara, Sabtu (6/10/2018).
Baca Juga: Asian Para Games 2018: Kekecewaan buat Motivasi Widi Berlipat
Walau nantinya diputuskan dibakar, Zainal menegaskan setiap jenazah itu tetap haris disalatkan secara massal.
Selain itu, Zainal menegaskan sebagian status hukum fardu kifayah untuk mengurus jenazah korban tertimbun lumpur di Kelurahan Petobo Kecamatan Palu Selatan gugur karena kondisi darurat.
"Iya, sebagian fardu kifayah dalam pengurusan jenazah gugur. Hal ini karena situasi yang tidak mendukung atau kurang memungkinkan untuk dilakukan semua," ucapnya.
Ia menerangkan, karena sifatnya darurat, maka beberapa hal dalam pengurusan jenazah boleh tidak dilakukan. Misalnya memandikan jenazah.
"Boleh tidak dilakukan, mengingat kondisi jenazah yang tidak dimungkinkan lagi untuk dimandikan," sebut Rektor pertama IAIN Palu itu.
Baca Juga: Gara-gara Dikibuli Ratna Sarumpaet, Citra Diri Prabowo Jadi Buruk
Hal itu dikarenakan kondisi jenazah yang masih tertimbun lumpur dan puing-puing bangunan mulai membusuk, sehingga mengeluarkan bau tak sedap serta menyebarkan bakteri dan membahayakan orang yang masih hidup.