Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Pasuruan Setiyono sebagai tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Pasuruan, Provinsi Jawa Timur yang bersumber dari APBD Tahun 2018.
Selain Setiyono, KPK juga menetapkan tersangka lain, yakni Pelaksana Harian (Plh) Kadis Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahya, Staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Tri Hardianto dan pihak swasta pemilik CV. M bernama Muhammad Baqir.
"Kami tingkatkan status penanganan perkara ke tingkat penyidikan dan tetapkan empat orang menjadi tersangka SET (Setiyono), DFN (Dwi Fitri Nurcahya), WTH (Wahyu Tri Hardianto), dan MB (Muhammad Baqir)," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (5/10/2018).
Alex menyebut, diduga Wali Kota Setiyono mendapatkan hadiah atau janji dari proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada sumber dana APBD Tahun 2018.
Baca Juga: Jadwal dan Siaran Langsung Liga 1 2018 Pekan ke-24
"Proyek di lingkungan Pemkot Pasuruan telah diatur oleh wali kota melalui tiga orang dekatnya itu, disebut trio kwek kwek, dan ada kesepakaan fee rata-rata antara 5 sampai 7 persen untuk proyek bangunan dan pengairan," ujar Alex menjelaskan.
Dari hasil proyek tersebut, Setiyono mendapatkan fee sebesar 10 persen dari nilai HPH yakni Rp 2.297.464.000, ditambah 1 persen untuk Pokja.
Menurut Alexander, pemberian tersebut dilakukan secara bertahap, yakni tersangka MB melakukan transfer uang pada tanggal 24 agustus 2018 kepada tersangka WTH sebesar Rp 20 juta atau 1 persen sebagai tanda jadi.
Kemudian, tanggal 4 September 2018, pemilik CV M, yakni tersangka MB ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp 2.210.266.000.
Setelah itu, pada 7 September 2018, MB kembali menyetorkan uang kepada Wali Kota Setiyono melalui perantara sebesar 5 persen atau Rp 115 juta.
Baca Juga: Masuk Tahun Politik, Jokowi Ingatkan Soal Netralitas TNI
"Untuk sisa komitmen 5 persen nanti ya akan diberikan setelah uang muka (termin pertama) cair," kata Alexander.
Adapun pihak penerima suap Setiyono, Dwi Fitri, dan Wahyu Tri disangka melanggar Pasal 12 a atau Pasal 12 b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk pemberi, Muhamad Baqir disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (2) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.