Suara.com - Drama aktivis sosial Ratna Sarumpaet kini memasuki babak baru. Setelah mengaku bohong karena mengaku lebam akibat dikeroyok, kini wanita 70 tahun itu diringkus aparat Polda Metro Jaya pada Kamis (4/10/2018) malam di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten.
Pengamat politik dari Universitas Padjajaran, Idil Akbar berpendapat, apa yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet merupakan tindakan yang tak dapat dibenarkan. Kebohongan yang dilakukan oleh aktivis perempuan itu akan bersifat sistemik dan merugikan banyak orang.
"Perbuatannya dapat menyeret mereka yang turut ikut dalam kebohongan tersebut. Dalam UU ITE, siapapun yamg ikut menyebarkan kebohongan dan atau kebencian dapat dikenakan sanksi," kata Akbar kepada Suara.com, Jumat (5/10/2018).
Menurut Akbar, jika orang-orang yang turut menyebarluaskan kabar bohong tersebut akan tertimpa masalah akibat perbuatan Ratna itu. Terlebih banyak dari pihak Badan Pemenangan Nasional pasangan Capres-Cawapre Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yang turut serta menyebarluaskan berita tersebut, termasuk Prabowo sendiri.
Baca Juga: Gaji DPR Bakal Dipotong untuk Korban Gempa? Ini Kata Fahri Hamzah
"Jadi, mereka juga bisa terkena dampak hukum atas perbuatan Ratna Sarumpaet," ujar dia.
Akbar menjelaskan, permintaan maaf yang disampaikan Ratna belum lama ini di kediamannya secara etika memang sudah sewajarnya harus dilakukan. Hanya saja, andai mengacu kepada UU ITE, permintaan maaf itu tidak akan membuat masalah tersebut menjadi selesai.
"Itulah mengapa saya katakan bahwa Ratna Sarumpaet tidak berpikir logis dan strategis, hanya semata berpikir perbuatannya bisa mendegradasi pencitraan Jokowi-Ma'ruf. Namun akhirnya menjadi bumerang tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi justru berdampak sistemik terhadap tim kampanye Prabowo - Sandi," Akbar menjelaskan.