Suara.com - Menyusuri Kota Palu pasca gempa 7,4 skala ricter, Jumat (28/9/2018) di malam hari seperti kota mati. Hari pertama gempa, Palu gelap gulita.
Kota yang sebelumnya penuh geliat di berbagai bidang, seketika lumpuh total saat bumi berguncang, tanah terbelah, dan air laut menggunung bergerak ke darat menyapu seluruh yang berdiri di hadapannya.
Pekan lalu itulah Kota Palu terdaftar dalam sejarah sebagai kota yang pernah diterjang bencana besar dengan menelan ribuan jiwa manusia dengan tingkat kerusakan infrastruktur paling banyak.
Saat itulah Kota Palu dijuluki sebagai kota mati. Kota gelap gulita, mencekam dan beraroma mistis karena ribuan jenazah tergeletak digulung air, terjepit di reruntuhan gedung, tertimbun lumpur bahkan terpanggang. Hampir seluruh infrastruktur dan ornamen kota yang dibangun puluhan tahun hancur seketika.
Suasana Rabu (3/10/2018) malam di Kota Palu mulai ada titik terang ketika jaringan listrik ke jalan raya dan sebagian fasilitas umum serta perbelanjaan mulai terpasang dan menerangi jalan-jalan raya strategis.
Baca Juga: Bank Mandiri Beri Keringanan pada Nasabah Korban Gempa di Sulteng
Direktur PLN Regional Sulawesi Syamsul Huda mengatakan kondisi kelistrikan di Kota Palu pada empat dan lima hari pascagempa semakin membaik setelah berhasil memulihkan 30 persen kelistrikan sistem Palu tersebut.
Sebagian ruas Jalan Basuki Rahmat sebagai jalan nasional yang terhubung hingga Bandara Mutiara Sis Aljufri, pada Rabu malam, mulai berbinar.
Sejumlah papan reklame yang masih berdiri kokoh membentang jalan maupun yang berdiri di tepi jalan kembali terang hingga menyinari bangunan sekitarnya. Jajanan kuliner melalui gerobak dorong, seperti terang bulan dan martabak, mulai dijajakan.
Begitu halnya dengan warung makan di bawah tenda pelastik juga sudah mulai beraktivitas meski baru satu buah. Sepotong Jalan Basuki Rahmat malam itu mulai terang meski sebagian besarnya belum ada tanda berdenyutnya kehidupan malam.
Lampu lalu lintas di bilangan Jalan Basuki Rahmat-I Gusti Ngurah Rai dan Emi Saelan juga sudah berfungsi baik meski masih banyak pengendara yang menerobosnya.
Baca Juga: Mentan Serahkan 500 Truk Pangan untuk Korban Gempa Sulteng
Di Jalan Emi Saelan yang juga terhubung dengan Jalan Basuki Rahmat juga sudah mulai bersinar. Sepanjang jalan ini dari selatan ke utara, lampu jalannya sudah menyinari aspal. Tetapi masih terdapat sejumlah tenda pengungsian berdiri di depan rumah.
Di dalam asrama tentara Raksatama 711 Korem 132/Tadulako Jalan Emi Saelan, kelihatan tenda tenda pengungsi yang padat. Sejumlah kendaraan pribadi keluar masuk tempat yang dijaga ketat prajurit TNI itu.
Kendaraan yang biasanya padat merayap di jalan ini, hingga malam keenam pascaempa masih sepi. Suasana justru sangat kontras dan mencekam ketika berada di depan restoran siap saji Pizza Hut dan Mal Tatura Palu.
Sebelum gempa, setiap malam jalanan ini sangat ramai. Bahkan kendaraan padat merayap dari dua arah berlawanan karena banyak kendaraan keluar masuk mal maupun yang masuk keluar di Pizza Hut.
Rabu (3/10/2018) malam, aroma busuk mulai menyeruak di sekitar Mal Tatura. Mal pertama di Kota Palu yang dibangun atas prakarsa pemerintah kota itu, rusak total. Seluruh bagian bangunan depan, samping, dan belakang compang-camping.
Bahkan lantai empat bagian depan dari gedung itu terjungkal karena sebagian tiangnya patah hingga seluruh ornamen publikasi dan promosi yang menempel di dinding gedung itu berserakan. Sejak gempa, seluruh aktivitas di depan mal dan sekitarnya lumpuh.
Hanya ada penerangan kecil yang menyinari aparat kepolisian yang mengamankan tempat ini dari penjarahan maupun ancaman ambruknya pusat perbelanjaan modern berlantai empat itu.
Saat gempa seluruh material yang jatuh dari bangunan ini menimpa kendaraan yang terparkir di bawahnya. Belum diketahui jumlah pengunjung dan karyawan yang terjebak dalam gedung mal milik BUMD Kota Palu itu.
Dari Jalan Emi Saelan, perjalanan dilanjutkan ke Jalan Monginsidi. Jalan ini merupakan pusat niaga elektronik, otomotif, apotek, dan dokter praktik.
Jalan ini sering kali sesak oleh kendaraan yang parkir di tepi kiri dan kanan jalan. Namun, sejak gempa, jalanan ini lengang bahkan rumah toko ditinggal pergi pemilikya. Mereka mengungsi entah ke mana.
Setelah lima malam gelap gulita, memasuki malam keenam pascagempa aliran listrik ke jalan ini sudah masuk. Tiang-tiang lampu jalan mulai menyala. Kendaraan juga lalu lalang meski masih lengang.
Dari Jalan Monginsidi menuju pusat perbelanjaan Hasanuddin, pengendara akan melintasi bundaran hutan taman nasional. Dari sela-sela dedaunan cahaya di taman itu cahaya listrik mulai bersinar.
Sementara itu, di Kompleks Pertokoan Hasanuddin suasana kota mati masih sangat terasa. Ruas jalannya masih gelap demikian halnya jejeran toko belum ada penerangan listrik.
Namun, suasana itu sangat jauh berbeda dengan Gedung BNI Cabang Palu, yang masih dalam satu bagian dari pertokoan Hasanuddin.
Gedung BNI malam itu menyalakan seluruh lampu di luar gedung. ATM centernya ramai karena banyak warga yang antre setelah beberapa hari sebelumnya tidak ada pelayanan.
Di depan Gedung BNI terdapat pusat perbelanjaan modern Trans Mart yang diisi oleh manajemen Carrefur. Tempat perbelanjaan ini, menghidupkan mesin generatornya dan menyalakan sebagian lampu di dalam gedung.
Dari sinar lampu itu, kelihatan dari luar bahwa interior tempat belanja modern itu berserak. Terlihat kabel-kabel yang menggelantung tidak beraturan. Gedung ini tidak mengalami kerusakan berat sehingga masih kelihatan kokoh.
Bergeser sedikit ke arah timur, tampak ratusan kendaraan terparkir. Pemiliknya sedang berinternet di dalam area Telkom. Padahal suasana seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya saat Kota Palu dalam suasana normal.
Suasana gelap kembali dijumpai beberapa meter setelah kompleks Telkom. Kantor DPRD, Taman GOR, rumah jabatan gubernur, dan Hotel Santika masih gelap gulita.
Hotel Santika meski tidak roboh, dipastikan tidak dapat beroperasi lagi karena sebagian eksterior dan interiornya rusak parah. Bahkan beberapa dindingnya jebol.
Bangunan-bangunan penanda di pusat kota Jalan Moh Hatta ini sebelumnya menjadi nadi dari keindahan malam di Kota Palu, namun kini menjadi bisu. Pantas Kota Palu kini dijuluki banyak orang sebagai kota mati setelah gempa meluluhlantakkan ibu kota yang telah dibangun puluhan tahun itu. (Antara)