Suara.com - Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny J.A., Rully Akbar, menilai kasus kebohongan Ratna Sarumpaet akan menimbulkan sebuah konsekuensi berupa hukuman publik. Ratna Sarumpaet menyebarkan hoaks jika dirinya dipukuli sampai babak belur.
"Kasus itu mencederai demokrasi. Hoaks adalah kesalahan fatal, pasti akan ada hukuman publik terhadap itu," ujar Rully di Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Rully belum dapat memastikan apakah hukuman publik itu berwujud anjloknya elektabilitas capres - cawapres yang terafiliasi dengan Ratna Sarumpaet, yakni Prabowo Subianto - Sandiaga Uno. Prabowo menjadi salah satu orang yang dibohongi dengan drama cerita Ratna Sarumpaet. Prabowo pun saat itu menyatakan membela Ratna Sarumpaet.
Menurut dia, LSI Denny J.A. akan mencoba melakukan riset terkait dengan elektabilitas capres/cawapres seetelah peristiwa kebohongan Ratna tersebut.
Baca Juga: Tuntut Prabowo Diproses Hukum, Mahasiswa: Capres Penyebar Hoaks
"Apakah (elektabilitas Prabowo) anjlok atau tidak? Belum terpotret. Nanti kita lihat hasil riset ke depan bagaimana pilihan publik," jelasnya.
Dalam survei elektabilitas pasangan calon presiden/wakil presiden yang terakhir dirilis LSI pada tanggal 21 Agustus 2018 tercatat elektabilitas Jokowi - Maruf Amin 52,2 persen, sedangkan elektabilitas Prabowo Subianto - Sandiaga Salahuddin Uno 29,5 persen dengan jumlah responden yang tidak menjawab sebesar 18,3 persen. (Antara)