Suara.com - Warga Palu, Sulawesi Tengah, yang memilih menetap atau tidak mengungsi setelah gempa 7,4 SR serta tsunami menerjang pada Jumat (28/9) pekan lalu, meminta agar publik tidak menyebut mereka sebagai penjarah.
Seperti yang diungkap Darmen, warga kampung Nelayan di Sulteng, Senin (1/10/2018), yang selamat dari gempa dan tsunami.
Ia mengaku, hingga tiga hari pascagempa belum makan nasi bahkan tidak memiliki pakaian ganti.
"Beruntung, putri saya satu-satunya selamat meski kami tidak lagi memiliki rumah dan harta benda," ujarnya.
Baca Juga: Setelah Shellfire, Telkomsel Akan Luncurkan 7 Game Tahun Depan
Istrinya juga selamat, sebab saat musibah terjadi berada di rumah keluarga di wilayah pantai Timur.
Darmen mengakui, hingga saat ini belum mandi dan berganti pakaian. Sedangkan makanan yang dimakan adalah roti dan minuman ringan, yang diambil bersama warga lainnya di salah satu supermarket.
"Kami tidak menjarah, tapi hanya berupaya bertahan hidup sebab sangat membutuhkan makanan dan air minum," ujarnya yang ikut mengantre bensin di SPBU agar secepatnya keluar dari Kota Palu.
Sementara itu, Misna warga yang bermukim di Kelurahan Tondo, mengaku tidak memiliki rumah dan harta benda.
Saat musibah terjadi, saya hanya mengenakan selembar handuk sebab akan mandi.
Baca Juga: Sebelum Gempa Palu, Sandiaga Ngaku Punya Firasat Buruk
"Saya hanya memikirkan keselamatan ibu mertua yang berusia 70 tahun, makanya tidak sempat mengenakan pakaian agar secepatnya menyelamatkan beliau," ujarnya seperti diberitakan Antara.