Peneliti LIPI: Sejumlah Wilayah di Sulteng Rentan Likuefaksi

Bangun Santoso Suara.Com
Senin, 01 Oktober 2018 | 15:45 WIB
Peneliti LIPI: Sejumlah Wilayah di Sulteng Rentan Likuefaksi
Suasana kawasan masjid Baiturrahman yang diterjang tsunami pascagempa di wilayah Talise, Palu Barat, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pasca dilanda gempa dan tsunami sebagian wilayah Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu dan Donggala kini rusak parah. Bahkan, ada juga yang sampai mengeluarkan semburan lumpur dari bawah tanah yang dikenal juga dengan istilah liquefaction atau likuefaksi.

Sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah, khususnya Palu dan Donggala disebut sangat rentan terkena likuefaksi, terutama saat gempa. Hal ini lantaran kebanyakan letak wilayah di Sulawesi yang memang dihimpit oleh pegunungan dan lembah di sekitarnya. Fenomena ini terjadi di beberapa wilayah di Sulawesi Tengah seperti Kecamatan Palu Selatan, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala.

"Di Palu sendiri ada empat yang titik rentan terkena likuefaksi salah satunya Petobo," ujar salah satu peliti LIPI, Adrin Tohari saat dihubungi Suara.com, Senin (1/10/2018).

Adrin mengatakan, likuefaksi merupakan sebuah fenomena alamiah akibat adanya kejadian gempa di sebuah kawasan. Namun, likuefaksi hanya bisa terjadi pada gempa yang memiliki kekuatan yang besar seperti yang terjadi di Kota Palu dan Donggala pada Jumat (28/9). Kemudian gempa yang terjadi Yogyakarta atau di Padang Padang, Sumatera Barat pada 2009 lalu.

Baca Juga: Astaga, Rubah di Inggris Doyan Selang Rem Mobil!

"Biasanya likuefaksi ini baru bisa terjadi jika kekuatan gempanya minimal 6 SR dengan durasi minimal 1 menit," ujar dia.

Menurut Adrin, jika suatu wilayah sudah terkena likuefaksi, maka disarankan wilayah tersebut tidak lagi di jadikan tempat hunian. Sebab, wilayah ini akan rentan hancur jika gempa berkekuatan besar kembali terulang.

"Kalau di Palu tidak bisa lagi dijadikan hunian, karena kondisinya cukup parah dan tanahnya hancur," imbuh dia. (Yati Febriningsih)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI