Ketua KWT Sri Rejeki, Wiwik Widiyasih, mengatakan, budi daya bawang merah, mulai dari pengolahan tanah sampai panen, dilakukan oleh para ibu. Mereka menggunakan pupuk organik, agensia hayati, dan pestisida nabati.
"Kendala dalam budi daya adalah jauhnya sumber air, lebih kurang 300 m dari lahan. Kami mengambil air dari Kali Oya, dan ditampung dalam bak yang kami buat dari terpal," ujarnya.
Wiwik menambahkan, gerakan pengendalian OPT (Gerdal) dengan agensia hayati dilakukan seminggu sekali, yaitu setiap Kamis sore. Panen bawang merah dilakukan saat umur tanaman 61 hari, mencapai 20,6 ton/ha.
Saat ini, harga di tingkat petani sekitar Rp 10 ribu per kg.
Baca Juga: Hari Pangan Sedunia, Kementan: Kalsel Hampir Siap 100%
"Dari perhitungan biaya produksi sekitar Rp 46.280.000 per ha, maka dapat dibayangkan keuntungan yang dinikmati oleh KWT ini," terangnya.
Pembinaan dan pendampingan budi daya bawang merah ramah lingkungan dilakukan oleh LPHP Bantul. Kepala Laboratorium LPHP Bantul, Paryoto menyatakan, akan terus melakukan pembinaan teknis secara intensif, memperkuat kelembagaan, serta melakukan pendampingan dalam penyusunan SOP bawang merah.
"Dengan dukungan semua stakeholder, diharapkan lokasi tersebut dapat menjadi daerah pengembangan bawang merah yang ramah lingkungan," katanya.