Suara.com - Tempat ibadah jangan digunakan untuk kampanye politik mendukung capres - cawapres tertentu karena bisa mengakibatkan perpecahan. Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mengingatkan agar para tokoh agama jangan menjadikan tempat ibadah untuk berkampanye politik atau menggiring untuk memilih tokoh tertentu.
Din mengatakan di Jakarta, Kamis, bahwa melihat politik dalam sudut pandang agama harus menekankan pada nilai-nilai etika dan moral.
"Berbicara tentang etika politik, moralitas politik dalam sudut pandang agama, maka tempat-tempat ibadah dengan demikian tidak seharusnya digunakan untuk kampanye politik apalagi mendukung atau tidak mendukung seseorang," kata Din.
Din mengakui memang di dalam Islam tidak menganut pemisahan antara agama dan politik sehingga pengaitan agama dan politik jadi tak terelakan. Namun pengaitan agama kepada politik tersebut tetap harus menekankan nilai-nilai etika dan moral.
Dia berpendapat apabila tempat-tempat ibadah diselipkan kampanye politik atau untuk menggiring pada dukungan salah satu calon dalam pemilu 2019, maka bisa mengakibatkan perpecahan.
"Kalau itu terjadi saya kira kalangan jamaah umat Islam itu sendiri mengalami perpecahan dan permusuhan, dan akhirnya demokrasi membuat kita terpecah belah," kata Din.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Henriette Tabita Hutabarat Lebang mengatakan pihaknya telah mengirimkan imbauan kepada semua gereja untuk tidak menjadikan mimbar sebagai ajang kampanye. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya perpecahan di antara para jemaat.
"Sebab pilihan politik jemaat berbeda. Kalau mimbar jadi ajang kampanye, akan jadi perpecahan di antara umat beragama," kata dia. (Antara)