Suara.com - Sebanyak 20 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) illegal dan 3 CPMI yang berisiko menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), karena adanya pemalsuan dokumen, berhasil diselamatkan.
Mereka mengalami penyekapan antara 1 minggu hingga 3 bulan oleh sebuah Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang berinisial PT MDM di wilayah Ciracas, Jakarta Timur.
Saat ini, mereka diamankan dan dititipkan di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Kementerian Sosial di Bambu Apus, Jakarta Timur, sebelum dipulangkan ke daerahnya masing–masing.
Sebelumnya, pada 24 September 2018, Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO) Pusat yang terdiri dari Kemen PPPA (melalui Kedeputian Perlindungan Hak Perempuan), BNP2TKI, Bareskrim, Kemnaker, dan Kemensos telah melakukan inspeksi mendadak (sidak) terkait laporan adanya penyekapan sekitar 50 orang perempuan CPMI oleh PT MDM di Ciracas, Jaktim.
Baca Juga: Usir Jenuh di Lokasi Syuting, Amanda Rawles Hobi Lakukan Ini
Hasil sidak menemukan adanya 36 CPMI di penampungan tersebut dan semuanya perempuan. Setelah itu, langsung dilakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap pemilik PT Mangga Dua Mahkota.
"Sudah banyak CPMI yang bercerita kepada saya bahwa mereka seringkali bermasalah, karena PJTKI mengirim secara ilegal, dan akhirnya mereka di luar negeri mendapatkan masalah. Beberapa PJTKI juga menjanjikan pekerjaan yang bagus kepada para CPMI, namun kenyataannya sangat berbanding terbalik," ujar Menteri PPPA, Yohana Yembise lewat siaran pers yang diterima Suara.com.
Beranjak dari fakta tersebut Menteri PPPA Yohana menghimbau perempuan Indonesia jangan mau diperdaya dan menjadi korban perdagangan orang.
"Saya juga peringatkan kepada para PJTKI agar tidak mengorbankan perempuan Indonesia demi kepentingan kelompok tertentu. Jangan persiapkan mereka menjadi budak dan korban lagi di tanah orang. Sedangkan di Indonesia, para perempuan ini menjadi aset bangsa yang diberdadayakan," tegas Menteri Yohana Yembise.
Ia menambahkan bahwa telah terdapat peraturan yang melindungi para pekerja migran, yakni Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dalam peraturan tersebut dicantumkan sanksi bagi para pelaku, sindikat, dan mafia yang ingin memperdagangkan para perempuan pekerja migran.
Baca Juga: Jokowi akan Kasih Tugas Khusus ke Yenny Wahid
Beberapa CPMI mengaku, selama berada di penampungan PT MDM mereka mengalami pelanggaran hak, di antaranya dilarang keluar penampungan, bahkan beribadah dan mengontak keluarga.
"Selama di penampungan, saya dilarang pulang ke kampung halaman ketika orang tua saya meninggal. Padahal lokasinya di Bogor. Kami juga mendapatkan tempat tidur dan kamar mandi yang kurang layak. Handphone kami disita pada hari Senin - Jumat. Tidak diizinkan ke gereja pada hari Minggu, dan disuruh mengerjakan tugas domestik oleh pemilik PT," curhat salah seorang CPMI.
Sebanyak 36 CPMI tersebut berasal dari berbagai daerah. Sebanyak 20 orang di antaranya berasal dari Lampung, 4 orang dari Jawa Barat, 9 orang dari Palu, dan masing-masing 1 orang dari Medan, Banten dan Jatim. Semuanya berjenis kelamin perempuan dan tidak ada yang berusia anak.
Kasubid Pengamanan BNP2TKI, Kombes Pol Martireni Narmadiana, menuturkan sedang menyelidiki Surat Izin Perdagangan (SIUP) dan pemilik perusahaan. Lebih jauh lagi, kami mempertanyakan mengapa dari 36 CPMI, 20 di antaranya illegal, dalam artian tidak memiliki ID CPMI, apalagi di antara mereka telah melakukan tahap pemeriksaan kesehatan dan memiliki paspor.
Padahal, untuk melakukan tahap pemeriksaan kesehatan dan kepemilikan paspor harus memiliki ID CPMI dari Kemnaker.
"Kami juga sedang melakukan pemeriksaan terhadap Surat Izin Perekrutan (SIP) dan Surat Perintah Rekrut (SPR) dari perusahaan. Kami juga akan melakukan penyidikan dan memberi tindakan kepada sponsor di masing – masing daerah yang sudah melakukan pemalsuan dokumen calon pekerja migran dan akan melakukan proses penegakan hukum,” ujar Kombes Pol Martireni Narmadiana.
Semoga tidak ada lagi penyekapan CPMI berkedok membawa CPMI yang ingin bekerja keluar negeri, tapi dengan cara illegal yakni melakukan pemalsuan dokumen.