"Selama di penampungan, saya dilarang pulang ke kampung halaman ketika orang tua saya meninggal. Padahal lokasinya di Bogor. Kami juga mendapatkan tempat tidur dan kamar mandi yang kurang layak. Handphone kami disita pada hari Senin - Jumat. Tidak diizinkan ke gereja pada hari Minggu, dan disuruh mengerjakan tugas domestik oleh pemilik PT," curhat salah seorang CPMI.
Sebanyak 36 CPMI tersebut berasal dari berbagai daerah. Sebanyak 20 orang di antaranya berasal dari Lampung, 4 orang dari Jawa Barat, 9 orang dari Palu, dan masing-masing 1 orang dari Medan, Banten dan Jatim. Semuanya berjenis kelamin perempuan dan tidak ada yang berusia anak.
Kasubid Pengamanan BNP2TKI, Kombes Pol Martireni Narmadiana, menuturkan sedang menyelidiki Surat Izin Perdagangan (SIUP) dan pemilik perusahaan. Lebih jauh lagi, kami mempertanyakan mengapa dari 36 CPMI, 20 di antaranya illegal, dalam artian tidak memiliki ID CPMI, apalagi di antara mereka telah melakukan tahap pemeriksaan kesehatan dan memiliki paspor.
Padahal, untuk melakukan tahap pemeriksaan kesehatan dan kepemilikan paspor harus memiliki ID CPMI dari Kemnaker.
Baca Juga: Usir Jenuh di Lokasi Syuting, Amanda Rawles Hobi Lakukan Ini
"Kami juga sedang melakukan pemeriksaan terhadap Surat Izin Perekrutan (SIP) dan Surat Perintah Rekrut (SPR) dari perusahaan. Kami juga akan melakukan penyidikan dan memberi tindakan kepada sponsor di masing – masing daerah yang sudah melakukan pemalsuan dokumen calon pekerja migran dan akan melakukan proses penegakan hukum,” ujar Kombes Pol Martireni Narmadiana.
Semoga tidak ada lagi penyekapan CPMI berkedok membawa CPMI yang ingin bekerja keluar negeri, tapi dengan cara illegal yakni melakukan pemalsuan dokumen.