Dari sisi pengendalian harga pangan, TTI telah berkontribusi dalam menstabilkan harga pangan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai coefisient variation (CV) di bawah 5 persen sebagai salah satu pengukuran dalam menghitung stabilisasi harga beras.
"Sebelum kegiatan TTI dilaksanakan, nilai CV beras medium sebesar 4,28 persen, sedangkan nilai CV tahun 2016 sebesar 2,59 persen, dan tahun 2017 sebesar 2,61 persen," rinci Agung.
Untuk menjawab tantangan di era digitalisasi dan perdagangan e-commerce, dan memudahkan aksesbilitas masyarakat, terutama perkotaan di wilayah Jabodetabek dalam memperoleh pangan, awal 2018 telah dikembangkan aplikasi e-commerce TTI.
Melalui layanan online berbasis aplikasi, TTI sebagai outlet dapat memesan beras segar langsung kepada Gapoktan.
Baca Juga: Kementan Pastikan Produksi Jagung Nasional Tahun Ini Surplus
Meskipun baru berjalan beberapa bulan, antusias Gapoktan dan TTI di Jabodetabek untuk menggunakan e-commerce TTI cukup pesat. Tercatat sudah 273 Gapoktan dan 1.111 TTI ikut serta dalam e-commerce ini.
Sebagai salah satu bentuk transparansi dan akuntabilitas kepada publik, kini telah hadir Sistem Informasi Toko Tani Indonesia (Sitani), yaitu sistem berbasis aplikasi yang dapat diakses melalui website tti.pertanian.go.id.
Aplikasi ini memuat berbagai kegiatan TTI, mulai dari informasi lokasi Gapoktan pemasok dan TTI di seluruh Indonesia, transaksi Gapoktan kepada TTI, transaksi harga dan stok di tingkat TTI, dan lain sebagainya. Ke depan, informasi ini bisa dijadikan business market intelligent.
"Dengan demikian, kehadiran TTI merupakan salah satu instrumen pokok dari kebijakan stabilisasi harga untuk melindungi produsen terhadap adanya kepastian harga dan pasar, memberikan kemudahan aksesbilitas pangan kepada konsumen, dan mengendalikan inflasi," tutup Agung.
Baca Juga: Entaskan Kemiskinan, Kementan Salurkan Ribuan Ayam di Jember