"Saat ini, ada 93 pabrik pakan di Indonesia yang tersebar, yaitu di Sumut 11 unit, Sumbar 1 unit, Lampung 5 unit, Banten 16, unit Jabar 11 unit, DKI Jakarta 6 unit, Jateng 12 unit, Jatim 21 unit, Kalbar 1 unit, Kalsel 2 unit, dan Sulsel 7 unit. Beberapa pabrik pakan di daerah, seperti, Banten, DKI Jakarta, Kalbar dan Kalsel, tidak berada di sentra produksi jagung," kata Gatot.
Tahun ini, pemerintah bertekad memenuhi kebutuhan jagung sepenuhnya dari produksi dalam negeri tanpa impor jagung sama sekali. Untuk mencapai target tersebut, Kementan mengalokasikan bantuan benih jagung seluas 2,8 juta hektare yang tersebar di 33 provinsi sesuai dengan potensi lahan, lokasi pabrik pakan, dan ekspor.
Dampak dari kebijakan ini sudah dirasakan dengan adanya peningkatan produksi.
Selain bantuan benih, tahun ini, Kementan juga telah menganggarkan pembangunan pengering jagung (dryer) sebanyak 1.000 unit untuk petani. Hal ini dilakukan karena sebagian besar petani jagung tidak memiliki alat pengering, sehingga menyebabkan timbulnya persoalan kualitas yang dipanen saat musim hujan.
Baca Juga: Entaskan Kemiskinan, Kementan Salurkan Ribuan Ayam di Jember
"Pemerintah provinsi juga didorong untuk berperan dengan membangun buffer storage, yaitu menyerap surplus produksi pada waktu puncak panen dan menyimpannya untuk dilepas kembali pada waktu produksi menurun," jelas Gatot.
Ia menambahkan, persoalan lain yang juga perlu diselesaikan adalah menyederhanakan rantai pasok. Menurutnya, alur perdagangan jagung saat ini masih panjang dan menyebabkan harga cenderung tinggi.
Jagung dari petani biasanya dijual ke pedagang pengumpul, dan selanjutnya dijual lagi ke pedagang besar. Dari pedagang besar ini, barulah dipasarkan ke industri.
Menurutnya, upaya Kementerian Perdagangan membangun sistem resi gudang di berbagai daerah belum berfungsi optimal, sehingga petani tetap terpaku pada sistem konvensional. Berdasarkan laporan lapangan misalnya, gudang dan pengering untuk resi gudang yang tidak berfungsi optimal tersebut ada di Luwu Raya, Minahasa Selatan, Garut, dan Lampung.
"Seharusnya, ketika terjadi akumulasi panen pada suatu periode, program resi gudang dimaksimalkan agar nilai tambah dan risiko produsen serta konsumen dapat dimitigasi," pungkas Gatot.
Baca Juga: Kementan Tegaskan Komitmennya untuk Sejahterakan Petani