Suara.com - Bupati Halmaera Timur nonaktif Rudy Erawan divonis 4,5 tahun penjara. Hukuman itu ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Rudy terbukti menerima Rp6,3 miliar dari mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary. Vonis itu lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut agar Rudy Erawan dihukum 5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Menjatuhkan hukuman pidana selama 4 tahun dan 6 bulan ditambah denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Ketua majelis hakim Faishal Hendri dalam sidang pembacaan vonis, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (26/9/2018).
Vonis itu berdasarkan dakwaan ketiga pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca Juga: KPK Dalami Dirut PLN Sofyan Basir dalam Proyek PLTU Riau-1
Majelis hakim yang terdiri atas Fashal Hendri, Bambang Wiryanto, I Wayan Wiryono, Joko Subagyo, dan Sukartono tersebut juga menyetujui tuntutan JPU untuk meminta pencabutan hak politik Rudy Erawan selama beberapa waktu.
"Mengenai hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik, majelis hakim sependapat dengan JPU dan menilai relevan untuk dikabulkan karena dipandang adil dalam putusan ini. Menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun dihitung sejak terdakwa selesai jalani pidana pokok," kata hakim Faishal.
Dalam perkara ini, Rudy Erawan selaku Bupati Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara bersama-sama dengan Mohammad Arnes Solikin Mei telah menerima hadiah berupa uang sejumlah Rp3 miliar dalam mata uang dolar AS, Rp2,6 miliar dalam mata uang dolar AS, uang 20.460 dolar Singapura dan uang senilai Rp200 juta dari Amran Hi Mustary selaku Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
Tujuan pemberian uang itu, karena Rudy telah menjembatani kepentingan Amran untuk menjadi Kepala BPJN IX dengan cara kolusi dan nepotisme dengan pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI.
Rudy pada awal 2015 bertemu dengan Sekretaris DPD PDIP Maluku Utara Ikram Haris dan mantan anggota DPRD Maluku Utara Imran S Djumadil di Kafe Hotel Century Senayan Jakarta. Amran saat itu mengatakan ingin pindah kantor karena sudah tidak menduduki jabatan lagi.
Baca Juga: KPK Cegah Advokat Lucas Terkait Kasus Bos Lippo ke Luar Negeri
Amran mengatakan bila ia berhasil menjadi Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, maka akan memberi bantuan untuk mengusahakan program Kementerian PUPR masuk ke wilayah Halmaera Timur dan memberikan bantuan dana untuk keperluan Rudy, dan Rudy pun bersedia membantu dengan menyampaikan "nanti ada pendekatan dengan orang yang punya akses ke dalam".