Alasan Bos Blackgold Ajukan Diri Jadi JC Kasus PLTU Riau-1

Selasa, 25 September 2018 | 11:06 WIB
Alasan Bos Blackgold Ajukan Diri Jadi JC Kasus PLTU Riau-1
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah [Suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan surat dakwaan terhadap Johannes B. Kotjo, selaku bos Blackgold Natural Resource Limited ke Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1 pada Senin (24/9/2018).

"Kemarin, KPK telah melimpahkan dakwaan dan berkas perkara untuk terdakwa Johannes Kotjo ke pengadilan. Selanjutnya kami menunggu jadwal persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa (25/9/2018).

Febri menyebut, Johannes Kotjo akan membantu penyidik KPK dalam membongkar kasus suap PLTU Riau-1 yang turut menjeratnya. Dan rencana akan mengajukan diri sebagai Justice Collaborator (JC).

"Berdasarkan informasi dari Penyidik, saat menjadi tersangka, JBK (Johannes B. Kotjo) juga mengajukan diri sebagai JC," ujar Febri.

Baca Juga: Ditangkap Saat Pulang Haji, Jemaah Jambi Digelandang ke Jakarta

Febri mengatakan ada sejumlah syarat yang perlu dipenuhi oleh Kotjo dalam mengajukan JC. Antara lain, bukan sebagai pelaku utama dan membantu membongkar korupsi yang lebih besar dan pula konsisten dengan keterangan yang disampaikan.

Maka itu, penyirik KPK tengah mencermati konsistensi dan sikap Kotjo selama proses pemeriksaan di persidangan maupun penyidikan.

"Nanti dipersidangan, KPK akan mencermati apakah terdakwa serius atau tidak menjadi JC. Karena syarat penting dapat dikabulkan sebagai JC adalah mengakui perbuatan, membuka peran pihak lain seterang-seterangnya. Konsistensi dan sikap koperatif di sidang juga menjadi perhatian KPK," Febri menjelaskan.

Selain Kotjo yang sudah masuk ke pengadilan, dalam kasus PLTU Riau-1 KPK telah menetapkan dua orang tersangka. Mereka adalah mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham, dan Eni Maulani Saragih.
Seperti diketahui, Idrus diduga telah dijanjikan uang USD 1,5 juta oleh Johannes Budisutrisno Kotjo. Kemudian, Idrus juga diduga ikut mendorong percepatan proses penandatanganan proyek PLTU Riau-1 tersebut.

Sedangkan Eni diduga menerima uang sebesar Rp 6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap, dengan rincian Rp 4 miliar sekitar November-Desember 2017 dan Rp 2,25 miliar pada Maret-Juni 2018. Uang itu terkait dengan proyek PLTU Riau-1.

Baca Juga: Dilarang Terobos Rombongan Jokowi, Polisi: Presiden Itu Eksklusif

Atas perbuatannya, Idrus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ke-2 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI