Suara.com - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Prof Mohamad Nasir mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar menyetujui pemilihan umum bisa dilakukan secara elektronik melalui e-voting.
"Kami selalu mendorong ke DPR. Namun, ternyata ada beberapa pihak yang menolak karena jangan-jangan tidak bisa 'diatur'," kata Nasir penuh arti, di Pemalang, Jawa Tengah, Minggu (23/9/2018), dikutip dari ANTARA.
Nasir menolak anggapan pemilu elektronik akan bisa diatur hasilnya. Ia menyebut penggunaan teknologi pemilihan elektronik untuk pemilu jelas tidak akan bisa diatur karena bersikap 'hitam-putih'.
Meskipun begitu, Nasir tetap berharap pemilihan secara elektronik tetap bisa dilaksanakan, setidaknya untuk warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri.
Baca Juga: Maruf Amin Pastikan Tidak Ada Isu Hoax Saat Kampanye
Hal ini dikarenakan jumlah warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri tidak banyak.
"Pilpres belum memungkinkan karena undang-undangnya sudah ditetapkan. Mungkin secara teknis bisa dilakukan untuk pemilihan di luar negeri karena jumlahnya tidak banyak," tuturnya lagi.
Pemilihan kepala desa di Desa Surajaya, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang, merupakan uji coba e-voting alias pemilu elektronik. Nasir meninjau langsung acara tersebut.
Teknologi pemilihan secara elektronik dikembangkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan peralatannya diproduksi PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI), sebuah badan usaha milik negara yang bergerak di bidang telekomunikasi.
Deputi Teknologi Informasi, Energi dan Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Eniya Listiani Dewi mengatakan terdapat tahapan yang dilakukan secara elektronik, yaitu pemilihan, verifikasi, penghitungan dan rekapitulasi.
Baca Juga: Fadli Zon Sebut Deklarasi Kampanye Damai Ternodai Ulah Projo
"Secara elektronik sudah tidak bisa dimanipulasi. Formulir C1 sudah dilengkapi dengan tanda tangan digital yang akan otomatis hilang bila ada perubahan data sedikit saja," jelasnya. (ANTARA)