Suara.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku kecewa atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018. MUI menilai, putusan menunjukan bahwa korupsi belum dianggap sebagai musuh bersama.
Kekecewaan itu diungkap Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi. Dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 itu diatur larangan mantan narapidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi mencalonkan diri sebagai calon legislatif (caleg).
Menurut Zainut, dengan dibatalkan peraturan itu, maka mantan napi koruptor tersebut otomatis dapat mencalonkan diri sebagai bakal caleg yang dianggap MUI dapat berakibat fatal bagi kehidupan bangsa Indonesia.
"Hal ini menunjukkan bahwa korupsi belum dianggap sebagai musuh bersama dan menjadi sinyalemen krisis yang bisa berakibat fatal bagi kehidupan bangsa Indonesia," kata Zainut melalui keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Rabu (19/9/2018).
Baca Juga: Adu Kesombongan, Nikita Mirzani Cs Kompak Beli Mobil Mewah
Ia menjelaskan, seharusnya pemerintah dan rakyat Indonesia memiliki keseriusan dalam menanggulangi korupsi. Hal itu harus dimulai dengan rasa kesadaran bersama akan bahaya korupsi bila terus didiamkan.
"Menurut hemat kami, upaya memerangi korupsi seharusnya dimulai dengan lahirnya 'rasa krisis' yaitu kesadaran bahwa jika korupsi tidak diberantas maka, keberlangsungan negara menjadi ancaman serius," ujarnya.
Terkait hal itu, Zainut mengatakan, realitas sosial saat ini tidak menunjukan adanya keseriusan dalam pemberantasan korupsi. Putusan MA yang membatalkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 karena dianggap bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Hal itu dinilai sebagai salah satu bukti ketidakseriusan itu.
Untuk itu, MUI mendesak DPR dan pemerintah agar segera melakukan perubahan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017. Hal itu guna membuat peraturan larangan bagi mantan napi koruptor mencalonkan diri sebagai caleg.
"Agar dalam perubahan (UU Nomor 7 Tahun 2017) tersebut memasukan pengaturan tentang bakal calon anggota legislatif tidak boleh berasal dari mantan narapidana kasus korupsi," imbuh dia.
Baca Juga: Hari Ini Sandiaga ke Pontianak, ke Rumah Sultan Sampai ke Kampus