Menko Luhut Tegaskan Penyelesaian Sengketa KBN - KCN

Iwan Supriyatna Suara.Com
Selasa, 18 September 2018 | 12:30 WIB
Menko Luhut Tegaskan Penyelesaian Sengketa KBN - KCN
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. [Dok Kemenko Maritim]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Koordinator bidang Maritim menegaskan penyelesaian sengketa antara PT Kawasan Berikat Nusantara atau KBN melawan anak usahanya PT Karya Citra Nusantara (KCN) merupakan bagian dari upaya mengikis hambatan pembangunan infrastruktur.

Pemerintah memastikan sengketa hukum tidak akan menghambat pembangunan infrastruktur di bidang kemaritiman. Hal itu ditegaskan oleh Menteri Koordinator Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan.

"Pasti (menjaga sengketa hukum tidak akan menghambat pembangunan infrastruktur),” ujar Luhut.

Luhut menjamin kepastian hukum investasi swasta di bidang infrastruktur khususnya terkait gugatan atas konsesi kepelabuhanan dari Kementerian Perhubungan kepada PT Karya Citra Nusantara (KCN).

Gugatan tersebut dilakukan oleh PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) yang saat ini tengah memasuki proses banding di Pengadilan Tinggi.

“Kita selesaikan kok. Tidak ganggu pembangunan infrastruktur,” tuturnya.

Dia mengungkapkan bahwa pemerintah terus membuka diri bagi keterlibatan investor baik dalam dan luar negeri dalam membangun berbagai proyek infrastruktur.

Asalkan, lanjut Luhut, menggunakan teknologi yang ramah lingkungan, menyerap tenaga kerja lokal dalam empat tahun pengerjaan proyek, tidak ada ekspor bahan mentah dan adanya transfer teknologi.

Terkait sengketa KBN dengan KCN mempunyai riwayat panjang sejak kemenangan tender PT Karya Tekhnik Utama atau KTU atas tender pengembangan kawasan C01 Marunda.

Pada 2005, KBN yang melakukan tender bersama KTU menandatangani perjanjian kerjasama untuk membentuk perusahaan patungan KCN, pendirian anak usaha itupun disetujui Menteri BUMN dan Pemprov DKI Jakarta sebagai pemegang saham KBN.

Dalam perjanjian itu, KTU berkewajiban menyediakan sumber dana dan pembangunan Pelabuhan Marunda, mulai dari Pier I, II dan III sepanjang 5.350 meter ditambah area pendukung seluas 100 ha.

Sedangkan KBN berkewajiban melengkapi perizinan, menyediakan akses jalan dan goodwill berupa garis pantai sepanjang 1.700 meter dari cakung drain hingga sungai Blencong.

Atas dasar pembangunan yang menelan modal swasta itu, komposisi saham KCN dipegang KTU sebesar 85% dan KBN sebesar 15%, namun untuk saham KBN sebesar 15% di dalam perjanjian itu memuat ketentuan saham KBN tidak akan terdelusi jika terjadi penambahan investasi KTU kepada KCN.

Saat KCN telah merampungkan hampir seluruh dermaga Pier I dan setengah Pier II, terjadi insiden pemblokiran akses menuju area pembangunan oleh KBN yang berlangsung selama empat bulan. Aksi sepihak KBN pada 2013 itu akhirnya memaksa KTU untuk menyetujui Addendum III yang berisikan kepemilikan saham KBN dan KTU di KCN masing-masing 50%.

Addendum III itu pun mensyaratkan untuk mendapat porsi 50% saham KCN, KBN harus melengkapi syarat penambahan modal dengan tenggat waktu yaitu 15 bulan. Alhasil, KBN wanprestasi karena tak memenuhi syarat itu dengan alasan penambahan modal tidak disetujui pemilik saham, Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta.

Bertolak dari gagalnya Addendum III, pada Desember 2015, KBN dan KTU bersepakat untuk kembali kepada perjanjian awal, yakni kepemilikan saham KTU 85% dan KBN 15% di KCN, termasuk pengembalian setengah dermaga Pier II dan Pier III.

Singkatnya, ketentuan Addendum III batal dengan kelahiran kesepakatan baru yakni Addendum IV yang dibuat oleh Jaksa Pengacara Negara sebagai pihak yang paling kompeten dan netral.

Namun KBN selalu berargumentasi menggunakan dasar Addendum III yang justru telah dilanggar. Bahkan, KBN melayangkan gugatan hukum kepada KCN sebagai tergugat I, Kemenhub sebagai tergugat II, dan KTU selaku turut tergugat terkait konsesi pelabuhan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Kepastian Hukum

Sejalan dengan hal itu, Staf Ahli Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sahala Lumban Gaol angkat bicara. Dia mengatakan bahwa pemerintah tetap berupaya untuk meminimalisasi berbagai hambatan dalam investasi di bidang pembangunan infrastruktur, termasuk mencegah gugatan hukum yang merugikan investor, meskipun dilayangkan oleh BUMN.

“Tidak adanya kepastian hukum menjadi salah satu ketakutan investor. Kita coba meminimalisasikan hambatan itu,” tegasnya.

Kepastian hukum bagi investor merupakan pekerjaan rumah pemerintah. Sebab, menurutnya, pemerintah dalam waktu dekat akan menawarkan 79 proyek bernilai 42 miliar dolar AS. Proyek-proyek infrastrktur tersebut menurutnya ada yang tengah dikerjakan dan ada yang belum dilaksanakan.

“Kita tarik mereka, kita tahu selera investornya. Harus kita berikan sesuatu yang cocok dengan selera mereka. Kalau kita tawarkan berdasarkan pemikiran kita saja, belum tentu mereka tertarik jadi kita berikan sesuai selera dan kebutuhan pembangunan ekonomi kita,” urainya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI