Suara.com - Tudingan PT Bumigas Energi terhadap Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang menyebutkan adanya pelanggaran etika secara internal di lembaga arbitrase itu, dipertanyakan oleh kuasa hukum BANI.
"Jika laporan Bumigas tersebut terkait kode etik tersebut benar, maka juga menimbulkan beberapa pertanyaan. Kami juga heran, dan bertanya-tanya," kata Kuasa Hukum BANI, Aditya Yulwansyah, Selasa (18/9/2018).
Seperti diberitakan sebelumnya, PT Bumigas Energi mengadukan ketua majelis arbiter serta panitera persidangan gugatan pembatalan kontrak antara PT Geo Dipa Energi (Persero) dan PT Bumigas Energi.
Hal ini terkait dengan adanya informasi yang diperoleh oleh PT Bumigas Energi selaku pengadu, dari salah seorang arbiter yakni Sutan Remi Sjahdeni.
Menurut Aditya, yang juga pengacara dari Kantor Hukum Yulwansyah, Balfas & Partners itu, pihaknya memiliki tiga pertanyaan terkait langkah yang diambil oleh Bumigas terkait dengan BANI.
"Pertama, untuk kepentingan apa Sutan Remy Syahdeini mengirimkan whatsapp ke pihak Bumigas Energi? Padahal pada pasal 4 ayat 2 Peraturan & prosedur BANI diatur dengan tegas bahwa setiap pihak tidak boleh melakukan komunikasi dengan cara bagaimanapun dengan satu atau lebih arbiter," kata Aditya.
Kedua, jika hal tersebut benar, mengapa Sutan Remi Syahdeini tidak memberikan dissenting opinion saat putusan BANI.
Ketiga, jika merasa Ketua Majelis Arbitrase saat itu tidak adil, mengapa Bumigas Energi tidak mengajukan tuntutan ingkar.
"Padahal setiap pihak yang merasa arbiter berpihak/tidak adil berhak mengajukan tuntutan ingkar. Itu saja sebenarnya pertanyaan kita," katanya.
Karena itu, menurut Aditya, langkah BANI memanggil Bumigas adalah langkah yang tepat untuk mendapatkan kejelasan terkait laporannya soal pelanggaran kode etik di internal BANI.
"Hal ini juga penting, untuk menjaga kredibilitas BANI sebagai lembaga arbitrase yang didirikan sejak tahun 1977 oleh KADIN," kata Aditya.
Untuk selanjutnya, kuasa hukum BANI itu menunggu hasil pemeriksaan komisi BANI mengenai apakah benar ada pelanggaran kode etik.
"Jika iya maka siapakah yang sebenarnya melanggar kode etik. Dan apa konsekuensi hukumnya," kata Aditya.