Toleransi Muslim Indonesia Lebih Tinggi Ketimbang Malaysia

Iwan Supriyatna Suara.Com
Sabtu, 15 September 2018 | 17:04 WIB
Toleransi Muslim Indonesia Lebih Tinggi Ketimbang Malaysia
Ilustrasi umat muslim. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebuah survei yang mengukur toleransi regional mengungkapkan bahwa umat Islam Indonesia menunjukkan sikap yang sedikit lebih toleran terhadap sesama warga non muslim, dibandingkan dengan muslim Malaysia terhadap non muslim di negara mereka.

Survei dilakukan Pusat Merdeka dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang melibatkan empat negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina.

Dari hasil survei menyatakan 46,2 persen responden muslim di Indonesia memiliki pandangan positif tentang non muslim meskipun mereka bukan teman.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan dari Malaysia dengan persentase 45,3 persen. Namun, Thailand menunjukkan persentase lebih tinggi mencapai 65 persen.

Indikator toleransi dalam penelitian termasuk pandangan responden terhadap warga lain yang berbagi agama yang sama atau agama yang berbeda.

Survei juga menunjukkan bahwa non muslim Indonesia bahkan lebih toleran terhadap muslim, dengan tujuh dari 10 responden mengatakan mereka memiliki perasaan positif terhadap warga muslim. Angka tersebut adalah yang tertinggi di antara negara-negara yang disurvei.

Namun, pandangan positif semacam itu tidak mencerminkan cara mereka bersosialisasi, karena baik muslim maupun non muslim Indonesia masih lebih suka orang-orang dengan keyakinan yang sama untuk tetap menjadi teman terdekat.

Muslim dan non muslim hanya mendapat skor 1,4 dan 2,8 (pada skala 5) dalam hal berteman dengan orang-orang dari kepercayaan yang berbeda, terendah di antara negara-negara yang disurvei.

Malaysia, yang memiliki Islam sebagai agama resmi, menunjukkan angka yang lebih tinggi dengan 18 dan 3 dari skala 5 untuk muslim dan non muslim.

Peneliti senior di Institut Studi Malaysia dan Internasional (IKMAS), Faisal S Haziz, mengatakan tingkat toleransi di empat negara yang disurvei dianggap moderat akan menunjukkan potensi intoleransi.

"Di Malaysia, kami memiliki otoritas Islam resmi yang mendefinisikan bagaimana Islam harus ditafsirkan dan sebagainya. Anda tidak memiliki itu di Indonesia, sehingga Anda memiliki rasa bagaimana Islam harus dipraktekkan," katanya.

Faisal mengatakan meningkatnya intoleransi adalah tren global, bukan perkembangan unik di kawasan itu.

"Namun, saya optimis bahwa kami dapat mengatasi masalah ini selama kami terus mempromosikan rasa hormat dan toleransi," katanya.

Survei juga mempertanyakan responden tentang prioritas hidup mereka, dengan 28,7 persen responden muslim di Indonesia mengatakan menjadi orang yang baik adalah yang paling penting, sementara 30 persen responden dari negara lain memprioritaskan menjadi muslim yang baik.

Psikolog sosial Ananthi Algr Ramiah, yang juga terlibat dalam penelitian, mengatakan bahwa preferensi semacam itu merupakan indikator kunci dalam mengukur tingkat intoleransi secara keseluruhan karena akan membentuk pandangan mereka terhadap kehidupan dan cara mereka memandang orang lain.

Dia mengatakan, itu sebabnya sistem pendidikan yang mempromosikan rasa hormat terhadap orang lain sangat penting untuk memerangi intoleransi.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Hakimul Ikhwan menyoroti bagaimana orang Indonesia bangga dengan keragaman di negara itu tetapi membatasi interaksi mereka dengan orang-orang dari latar belakang agama yang berbeda.

"Kami semakin terbagi," katanya.

Rizka Halida, peneliti senior di LSI, yang memimpin survei Indonesia, menyarankan bahwa interaksi intensif antar warga akan meningkatkan tingkat pemahaman di antara orang-orang, khususnya mereka yang berlatar belakang agama berbeda.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI