Suara.com - Upaya mediasi bipartit antara pihak perusahaan PT. Citra Media Persada yang membawahi Tabloid Wanita Indonesia dengan pihak perwakilan karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak di kantor LBH Pers, Jakarta Selatan, Jumat, 8 September 2018 lalu tidak mencapai kesepakatan atau berakhir deadlock.
Pasalnya pihak perusahaan tidak mau menanggapi tuntutan para karyawan terkait hak mereka setelah menjadi korban PHK.
Dalam rilis yang dikirim Forum Komunikasi Pekerja Tabloid Wanita Indonesia, Sabtu (15/9/2018), aksi pemecatan 9 orang karyawan Tabloid Wanita Indonesia secara sepihak berbuntut panjang. Didampingi oleh Lembaga Hukum Pers (LBH Pers), 9 dari 4 karyawan media wanita ini mengajukan dua poin persoalan yang menjadi tuntutan mereka.
Pertama, terkait permintaan pihak perusahaan kepada para karyawan yang di–PHK untuk membuat surat pengunduran diri. Lalu yang kedua, proses pembayaran uang pesangon yang akan diselesaikan dengan cara mencicil dalam waktu selama 24 kali atau 2 tahun.
Baca Juga: KPU Pertimbangkan Beri Tanda Khusus Surat Suara Caleg Koruptor
Budi Hartono, karyawan senior yang telah mengabdi pada perusahaan selama 25 tahun secara tegas tidak terima.
"Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang dilakukan pihak manajemen kepada kami sudah jelas melanggar hukum. Bahwa karyawan yang di-PHK harus mendapatkan haknya yaitu berupa pembayaran uang pesangon harus dilakukan secara tunai. Kejanggalan yang lain adalah, kami ini kan di PHK, tapi kami justru diminta membuat surat pengunduran diri. Padahal antara PHK dan pengunduran diri merupakan dua hal yang berbeda," kata Budi.
Budi menceritakan, pihak manajemen Tabloid Wanita Indonesia, pada tanggal 2 Agustus 2018 lalu meminta seluruh karyawan untuk memenuhi undangan rapat. Tetapi surat undangan yang disampaikan secara langsung oleh Direktur Utama Tabloid Wanita Indonesia, Anis Wuryaningsih melalui WA (WhatsApp) itu tidak menjelaskan agendanya apa.
Ternyata pada hari yang telah ditentukan, rapat tersebut membahas tentang kondisi sulit pertarungan media cetak di tengah gempuran media berbasis digital. Sebagai langkah untuk menyelamatkan perusahaan, pihak manajemen merasa perlu memangkas jumlah karyawan.
Ketika itu pihak perusahaan langsung menyatakan pada hari itu juga akan memanggil siapa-siapa saja yang akan terkena imbas PHK itu.
Baca Juga: Volkswagen Kembangkan Mobil Swakemudi Anti Bosan
"Langkah ini sangat saya sesalkan karena kalau mereka mau merujuk pada UU Ketenagakerjaan, upaya PHK harus disosialisasikan paling tidak satu bulan sebelum PHK diputuskan. Nah, ini hanya beberapa jam setelah mereka menyampaikan kondisi perusahaan, kemudian usai rapat mereka langsung panggil satu persatu nama yang terkena PHK," urai Budi.