Suara.com - SMA swasta di Kota Batam, Kepulauan Riau, memunyai sel tahanan yang digunakan untuk menghukum siswa. Hal tersebut merupakan temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"Sekolah itu sudah berdiri lima tahun yang lalu, mungkin waktu sekolah itu dibangun belum ada. Tapi seiring berjalannya waktu, mungkin ruang tersebut difungsikan untuk sel tahanan," kata anggota KPAI Retno Listiyarti seperti diberitakan Antara, Kamis (13/9/2018).
Dia mengatakan, sel tahanan itu kerap digunakan untuk menghukum peserta didik yang melakukan pelanggaran.
Lama penahanan tergantung tingkat kesalahan, bahkan ada siswa yang mengalami penahanan lebih dari satu hari.
Baca Juga: Butuh Rp 14 T, Menkumham Minta Tambahan Anggaran Rp 1,2 T di DPR
“Sekolah tersebut banyak dikendalikan oleh ED, yang kebetulan seorang anggota kepolisian dan sekaligus pemilik modal sekolah ini. Ada satu orang lagi pemilik modal yang kebetulan menjabat sebagai kepala sekolah,” kata Retno.
ED sehari-hari membina latihan fisik, baris berbaris hingga sering menginap di sekolah. Terkadang, ED juga menjadi pembina upacara.
Sekolah ini mempunyai asrama untuk beberapa siswa. Tidak semua orang tua siswa setuju dengan sistem asrama karena memberatkan biaya.
Menurut informasi yang diterima KPAI, proses belajar mengajar tidak berjalan sebagaimana mestinya karena kurang porsi jam belajar dengan guru lain.
Siswa tidak fokus belajar, tapi fokus latihan semi militer. Siswa-siswa diajarkan menembak menggunakan senapan angin.
Baca Juga: Sandiaga Dikasih Tempe, Istri Gus Dur Beri Prabowo Buku Agama
Di sekolah ada terpajang beberapa senjata. Selain itu, ada dugaan sistem pembinaan yang dilakukan kepada siswa juga diskriminatif, mengistimewakan siswa tertentu, melihat latar belakang siswanya sehingga diberi peran untuk mengendalikan dan menghukum siswa lain.
Menurut Retno, sekolah tidak selayaknya bernuansa semi militer karena hal tersebut melanggar sistem pendidikan nasional.
"Ini adalah sekolah kejuruan, mestinya yang ditingkatkan adalah kejuruannya bukan pendidikan fisik. Ini bukan lembaga kepolisian," kata Retno.
Menurut dia, kesalahan ini terjadi karena oknum ED tidak dapat membedakan dirinya sebagai polisi atau sebagai pembina sekolah.
KPAI juga telah mengirimkan surat ke polsek setempat agar kasus tersebut dapat diusut. KPAI juga bekerja sama dengan Kompolnas agar oknum tersebut dapat ditindaklanjuti.