Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut saat ini media sosial sering menjadi tempat pemicu tawuran antar-pelajar. Hal tersebut dikatakan Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listiyarti di Jakarta, Rabu, terkait meninggalnya AH (16 tahun) pelajar salah satu SMA di Jakarta yang terlibat tawuran di daerah Jakarta Selatan.
Menurut Retno, media sosial sering menjadi tempat saling ejek sehingga memicu pertengkaran di dunia nyata, pola ini juga mewarnai beberapa kasus tawuran pelajar yang terjadi akhir-akhir ini.
Masalahnya sepele, seperti saling ejek di media sosial. Mereka pun kerap janjian tawuran melalui media sosial juga seperti menentukan tempat dan waktu tawuran, lengkap dengan jam yang disepakati, kata Retno.
Retno mengatakan untuk menghindari polisi, tawuran pun sering dilakukan pada dini hari ketika situasi jalan masih sepi.
Biasanya, lanjut dia para remaja ini tergabung dalam kelompok yang melibatkan tidak hanya teman satu sekolah tapi juga yang berbeda sekolah.
"Jika beda sekolah biasanya ketika di jenjang sekolah sebelumnya mereka satu sekolah, misalnya saat SMP, namun pisah sekolah saat mereka SMA," ucap dia.
Berdasarkan data di bidang pendidikan, kasus tawuran pelajar yang tercatat di KPAI terus mengalami penurunan sejak 2014-2017. Pada tahun 2014 total kasus tawuran di bidang pendidikan mencapai 24 persen, tahun 2015 menurun jadi 17,9 persen, dan turun lagi di tahun 2016 menjadi 12,9 persen. Data yang diambil dari beberapa daerah di Indonesia ini pun tak berubah hingga tahun 2017 kemarin.
"Tapi KPAI mencatat terhitung sejak 23 Agustus 2018 hingga Sabtu (8/9/2018) sedikitnya telah terjadi empat kali tawuran di wilayah berbeda yakni Permata Hijau, Kolong Tol JORR W2, Cileduk Raya wilayah Kreo dan Cileduk Raya Wilayah Kota Tangerang," ucap dia.
Adapun AH (16) merupakan korban dari tawuran pelajar yang terjadi di Kebayoran Lama sepekan lalu. Menurut Polisi, tewasnya AH akibat diserang dengan celurit dan air keras. Polisi sebelumnya menangkap 29 orang dan 10 di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka. (Imron Fajar)