Menyindir di Medsos, Warga Arab Saudi Bisa Dipenjara 5 Tahun

Reza Gunadha Suara.Com
Kamis, 06 September 2018 | 15:17 WIB
Menyindir di Medsos, Warga Arab Saudi Bisa Dipenjara 5 Tahun
Putera mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammad bin Salman. [AFP/Fayez Nureldine]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Warganet di Arab Saudi kekinian tidak lagi bisa leluasa melakukan protes atau sekadar menuliskan satire terutama mengenai  nilai-nilai agama dan norma sosial di negeri Raja Salman tersebut.

Sebab, seperti diberitakan Telegraph, Rabu (5/8/2018), Kerajaan Arab Saudi telah memasukkan unggahan-unggahan sindiran warganet sebagai bentuk kejahatan siber dengan ancamanan hukuman 5 tahun penjara.

"Memproduksi dan mendistribusikan materi berisi olok-olok yang mengganggu ketertiban umum, nilai-nilai agama, maupun moral masyarakat melalui media sosial akan dipertimbangkan sebagai kejahatan siber. Ancaman hukumannya adalah 5 tahun penjara dan denda 3 Miliar Riyal (setara Rp 11,9 miliar),” demikian pengumuman yang dibuat kejaksaan Arab Saudi.

Peraturan tersebut, memicu kekhawatiran para aktivis sosial maupun hak asasi manusia di Saudi. Apalagi, sejak Mohammed bin Salman menjadi Putra Mahkota pada Juni 2017, kerajaan tersebut gencar menghukum sejumlah aktivis hanya karena berbeda pendapat.

Baca Juga: Film Tentang Ahok akan Tayang November 2018 di Bioskop

Hingga kekinian, sedikitnya puluhan warga telah dihukum atas tuduhan merongrong kekuasaan pemerintahan hanya karena menuliskan protes melalui media sosial seperti Twitter.

Sejak September 2017, pemerintah juga menerbitkan kebijakan untuk memberikan peluang publik guna melaporkan tetangga mereka yang melakukan protes melalui media sosial dengan menggunakan perundang-undangan kejahatan teroristik.

Tak hanya aktivis HAM dan pegiat sosial, kejaksaan Arab Saudi juga menyasar ulama-ulama yang tak sepaham dengan pemerintah.

Termutakhir, Selasa (4/9) pekan ini, kejaksaan memvonis hukuman mati Sheikh Salman al-Awda, ulama termuka di negeri tersebut. Sheikh Salman ditangkap bersama 20 orang lainnya pada tahun lalu.

Perserikatan Bangsa-Bangsa mengecam vonis hukuman mati tersebut, dengan menyebut Sheikh Salman sebagai ”ulama reformis” yang memperjuangkan agar HAM mendapat kedudukan terhormat hukum Islam.

Baca Juga: Pet Lovers, Ini Loh Makanan Tepat buat Anjing 7 Tahun ke Atas

Sheikh Salman ditangkap tahun 2017, karena secara terbuka menolak sejumlah kebijakan Arab Saudi. Salah satu kebijakan pemerintah yang diprotesnya adalah, memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar yang disebut melindungi kelompok Ikhwanul Muslimin.

ALQST, kelompok pemantau HAM Arab Saudi yang berbasis di London Inggris, mengungkapkan kejaksaan membuat 37 dakwaan terhadap Sheikh Salman, termasuk menuduhnya menyebarkan hasutan agar publik melawan penguasa.

"Tren negatif dari pemerintah Saudi saat ini adalah, mereka mengirimkan pesan bahwa orang-orang yang berbeda pendapat atau sekadar berekspresi bisa dihukum mati,” tegas Dana Ahmed, juru bicara Amnesty International. [Martalena Panjaitan]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI