Berbekal menggunakan dokumen palsu, para tersangka bisa memenangkan gugatan ke Pemprov DKI terkait ganti rugi tanah seluar 2,9 hektar setelah hakim PN Jakarta Timur mengeluarkan putusan perkara tersebut. Namun, Ade menyampaikan jika Pemprov DKI langsung melayangkan banding ke Pengadilan Tinggi atas gugatan yang dimenangkan para tersangka.
"Mereka (para tersangka) sempat menang untuk tingkat Pengadilan Negeri," katanya.
Saat gugatan banding itu bergulir, Pemprov DKI Jakarta juga melaporkan dugaan pemalsuan surat ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/2990/VI/2016/Dit.Rrekrimum tertanggal 17 Juni 2016.
"Saat ini masih terus berproses karena Pemprov DKI Jakarta mengajukan banding. Kemudian dengan adanya laporan polisi yang kami terima," kata dia.
Baca Juga: Kasus Tanah di Pulau Pari, Sandiaga Penuhi Panggilan Ombudsman
Menurut Ade, dasar Pemprov melaporkan kasus ini setelah Kantor Wilayah Pertanahan Jakarta Timur menyatakan jika pihak yang memenangi gugatan perdata di pengadilan atas tanah seluas 2,9 hektar menggunakan dokumen-dokumen palsu.
"Sudah dinyatakan palsu oleh teman-teman BPN, Kanwil DKI, sudah ada tulisannya seperti ini, sertifkat ini tidak diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Jaktim," kata dia.
Terkait kasus ini, polisi terus mengembangkan apakah ada keterlibatan lain terkait kasus mafia tanah tersebut. Namun, Ade menyampaikan, polisi belum menemukan indikasi apakah ada keterlibatan hakim di pengadilan yang memenangkan gugatan yang dilayangkan para tersangka.
"Kami masih dalami," kata dia.
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Pasal 264 KUHP tentang Pemalsuan Akta Autentik dan Pasal 266 KUHP tentang Menyurh Memberikan Keterangan Palsu ke Dalam Akta Autentik.
Baca Juga: Kasus Tanah, Rekan Bisnis Sandiaga Uno Segera Disidang
"Ancaman pidana maksimal 5 tahun," tandas Ade.