Suara.com - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas berpendapat, partai-partai politik perlu mengganti bakal calon anggota legislatif masing-masing, yang berstatus mantan narapidana korupsi.
Menurutnya, hal tersebut bisa dilakukan untuk meredam konflik antardua lembaga pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Yang punya kewenangan otoritatif itu parpol, mau apalagi kalau parpol sudah menarik," kata Busyro di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya Nomor 62, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/9/2019).
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut mengatakan, perlu adanya peningkatan pakta integritas yang pernah ditandatangani sebelum masa pencalonan oleh parpol.
Baca Juga: PDIP Copot Politisinya yang Ikut Suap Berjamaah di DPRD Malang
Pakta integritas itu merupakan komitmen dari partai politik untuk tidak meloloskan caleg mantan napi korupsi.
"Ketika ini bergulir terus kemudian satu sisi parpol sudah membuat atau memberikan pakta integritas begitu, tapi ketika ada sikap Bawaslu yang sangat sayangkan itu menimbulkan dampak proses-proses pemilu itu sendiri akibatnya panjang nanti," jelasnya.
Busyro juga mengatakan, parpol akan menerima stigma negatif manakala parpol tidak juga menarik caleg mantan napi korupsi pada gelaran Pemilu 2019.
"Ya parpol akan dicatat oleh sejarah, kemungkinan kedua, jika parpol tidak mau mencabut nama-nama napi koruptor itu, harus bisa menerima dengan risiko-risiko yang diderita parpol ke depan," tandas Busyro.
Baca Juga: Rela Ditinggal Butet, Owi Siap Bimbing Winny