Suara.com - Partai pendatang baru Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menunjukkan tren positif dengan elektabilitasnya yang semakin meningkat. Pada bulan Mei 2018, elektabilitas PSI masih bercokol pada angka 1,3 persen, 0,2 persen lebih rendah dari saat ini yang mencapai 1,5 persen.
"Terobosan PSI untuk mencitrakan diri sebagai partai anti-korupsi dibuktikan dengan menjadi satu-satunya kontestan pemilu yang mengajukan daftar caleg tidak ada mantan narapidana koruptor tampak mencuri perhatian publik," kata Direktur Eksekutif Y-Publica di Bakoel Koffe, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (3/9/2018).
Menurut Rudi, PSI diuntungkan dengan sikap masyarakat yang menolak keras pengajuan caleg yang pernah terlibat kasus-kasus korupsi. Dia mengatakan sebanyak 30,4 persen responden menganggap partai yang mengajukan caleg koruptor sebagai tindakantidak etis dan 23,7 persen tidak mendidik.
"Bahkan 28,1persen menuding partai tersebut tidak mempunyai komitmen terhadap pemberantasan korupsi. Dan hanya 6,3 persen yang bisa menerima caleg koruptor, dengan catatan bahwa mereka sudah jera atau insyaf dan telah berubah," katanya.
Baca Juga: 41 dari 45 Anggota DPRD Kota Malang Jadi Tersangka Korupsi
Lebih lanjut dia mengatakan faktor bersih atau anti-korupsi menjadi pertimbangan utama dalam memilih partai politik. Prosentase faktor tersebut adalah 30 persen, lebih tinggi dari faktor figur atau tokoh partai yang hanya 23,4 persen.
"Lalu keberpihakan kepada rakyat 20,1 persen, dan rekam jejak 15,7 persen," lanjut Rudi.
Namun, kehadiran PSI tidak bisa mengalahkan partai-partai lama. Hal itu terbukti dengan keberadaan PDIP masih memimpin elektabilitas partai politik dengan 27,6 persen disusul oleh Gerindra 12,4 persen dan Golkar 9,7 persen.
Namun, kalau merujuk pada survei sebelumnya, terdapat tiga partai yang mengalami kenaikan cukup signifikan, yaitu PDIP, Gerindra, dan PKB.
"Ketiga partai ini paling menikmati coat-tail effects (efek menarik ekor jas), di mana Jokowi adalah kader PDIP, Ma’ruf Amin cenderung dekat dengan PKB, dan Gerindra yang memborong paket capres dan cawapres Prabowo-Sandi," katanya.
Baca Juga: Kasus Idrus Marham, Golkar Terancam Kena Pasal Korupsi Koorporasi
Semenntara, partai lain yang elektabilitasnya naik tipis adalah Nasdem dan PPP, meskipun tidak terwakili dalam komposisi capres-cawapres tetapi tampak sangat agresif dalam mendukung figur capres Jokowi. Sebaliknya, tiga partai besar (Golkar, Demokrat, dan juga PKS) mengalami penurunan elektabilitas setelah kegagalan dalam negosiasi politik untuk menjadikan kadernya sebagai cawapres.