Suara.com - Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menolak gugatan penutupan lokalisasi prostitusi Dolly di Surabaya, Jawa Timur. Gugatan itu sebagai bentuk protes kelompok yang tidak setuju lokalisasi Dolly ditutup.
Para penggugat itu adalah Front Pekerja Lokalisasi (FPL) dan Komunitas Pemuda Independent (KOPI) untuk mendapatkan kesetaraan kesejahteraan ekonomi pasca penutupan lokalisasi Dolly. Putusan gugatan Class Action yang diajukan FPL dan KOPI yang dibacakan majelis hakim di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (3/9/2018).
Putusan ditolaknya gugatan senilai Rp 270 miliar tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis, Dwi Winarko.
"Menimbang setelah diteliti, gugatan tersebut tidak memuat unsur terkait mekanisme gugatan Class Action sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 1. Seharusnya gugatan ini diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” kata ketua majelis, Dwi Winarko saat membacakan putusan.
Baca Juga: 4 Tahun Dolly Ditutup, Warga Gugat Pemkot Surabaya Rp 270 Miliar
Atas putusan tersebut, Tim Kuasa Hukum FPL dan KOPI merasa keberatan. Putusan hakim dengan menolak gugatan itu dianggap tidak sesuai dengan peraturan.
"Seharusnya gugatan kami sudah memenuhi syarat. Syarat class action diatur dalam pasal 2 dan pasal 3," kata Nain Suryono, ditemui Suara.com usai sidang.
Lanjut Nain, dalam posita (alasan) gugatan itu sudah dicantumkan tentang legal standing atau kelompok dari warga Jarak Dolly yang terdampak dari kebijakan Pemkot Surabaya.
Seharusnya, kata Nain, majelis hakim mempelajari hak ekonomi yang dilakukan pemerintah itu tidak mengena kepada penggugat, karena mereka berhak menerima hak-hak ekonominya.
"Kami hanya memperjuankan hak-hak warga yang hilang. Kami sepakat Dolly ditutup, tapi jangan lupa ada banyak warga yang harus ditanggung perekonomiannya oleh Pemkot. Dan itu adalah janji dari Pemkot sendiri," tegasnya.
Baca Juga: Bertemu Pemantau Asing, Risma Pamer Suasana Gang Dolly
Menyikapi kondisi tersebut, Nain berencana akan mengajukan kasasi dalam kasus ini. Sementara, atas ditolaknya gugatan class action, kuasa hukum tergugat dari pihak Pemkot Surabaya, M Fajar, mengaku bersyukur.
"Memang sepatutnya ditolak lantaran sudah tidak sesuai dengan persyaratan Mahkamah Agung (MA) yakni pasal 53 ayat 1 UU no. 5 tahun 1986. Dan kami siap apabila gugatan ini dilanjutkan ke PTUN," pungkasnya.
Kontributor : Achmad Ali