Suara.com - Ratusan orang penghuni salah satu pondok pesantren (ponpes) di Desa Pungkak, Kecamatan Unteriwis, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat menolak ikut dalam Pemilu 2019.
Ketua KPU Kabupaten Sumbawa Syukri Rahmat memimpin rapat pleno penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 diselenggarakan KPU NTB dan dihadiri KPU kabupaten/kota, unsur parpol, DPD dan unsur lainnya, di Mataram, Kamis (30/8/2018). Syukri menjelaskan bahwa Ponpes Imam Syafi'i yang memiliki santri lebih dari 100 orang tidak mau menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2019.
"Sebenarnya, bukan kali ini saja. Pada Pilkada NTB 2018 juga mereka tidak gunakan hak pilihnya. Bahkan, bisa kami katakan, sudah 10 tahun persoalan ini terjadi," ujarnya lagi.
Ia mengatakan, KPU sudah berusaha semaksimal mungkin melakukan pendekatan bersama jajaran, bahkan melibatkan aparat kepolisian, bertemu ustaz yang ada di ponpes tersebut.
Baca Juga: JK Minta Jokowi dan Prabowo Tak Saling Memaki di Pilpres 2019
Malah, ustaz tersebut menyampaikan alasan kaitan dengan ideologi karena tidak direkomendasikan Islam berpolitik.
"Katanya anti terhadap pemilu. Padahal, komunikasi kami dengan Ustaz sangat baik. Bahkan, saya ini juga bagian ormas di Sumbawa, bahkan teman-teman polisi, TNI malah BIN sudah paham akan semua itu," katanya pula.
Ia menyebutkan, jumlah pemilih yang masuk DPT di Kabupaten Sumbawa sebanyak 326.182 pemilih. Tetapi, dari jumlah itu ada yang tidak mau menggunakan hak pilih lantaran kuat ideologinya.
Ketua KPU NTB Lalu Aksar Ansori menegaskan, pihaknya sudah berusaha memfasilitasi supaya terdaftar dalam DPT. Lantas ketika tidak mau menggunakan hak pilih, kembali lagi terhadap bersangkutan.
Aksar memaparkan ada beberapa titik terkait adanya masyarakat enggan gunakan hak pilih seperti di Penatoi, Kota Bima, kemudian salah Pondok Pesantren (Ponpes) di Sumbawa dan di Kecamatan O'o Kabupaten Dompu juga enggan unggul menggunakan hak pilihnya.
Baca Juga: Perang Tagar Pilpres 2019, KPU Akan Gelar Kampanye Damai di Monas
"Ini selalu jadi isu bahwa ada kelompok masyarakat tidak ingin gunakan hak pilih karena paham berbeda dengan masyarakat umum lainnya," ujar dia lagi.
Dirinya meminta kepada semua pihak, untuk bersama-sama memberikan layanan dan solusi, di masyarakat tempat yang sering menjadi isu tidak mau menggunakan hak pilihnya.
Pada satu sisi, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) NTB M Khuwailid menegaskan, pada prinsipnya KPU harus mendata masyarakat yang sudah memenuhi syarat mendapatkan hak pilih.
Soal adanya ponpes, juga ratusan masyarakat tidak mau menggunaan hak pilih, merupakan tugas KPU untuk meyakinkan kelompok-kelompok tersebut supaya menggunakan hak pilihnya.
"Selain tugas KPU, juga tugas bersama. Namun, KPU punya tugas utama dalam meyakinkan mereka, sehingga mau menggunakan hak pilihnya," katanya pula. (Antara)