Alasan pertama, karakter Thai people tidak suka dengan penerbangan di atas tiga jam.
“Kedua, Thai people hanya punya sedikit waktu. Liburannya pendek. Biasanya hanya saat long weekend. Kalau mereka Bangkok resident, biasanya mereka ke Singapura, Malaysia, Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam dan Filipina,” ungkapnya.
Indonesia diyakini masih bisa naik. Masih bisa di-upgrade lagi.
Syarat utamanya, masif di OTA. Indonesia gencar menjual pasar via online.
Baca Juga: Ditawari Wisata Indonesia, Masyarakat Thailand Antusias
“Kalau 30 big name OTA Thailand dengan top 10 OTA di Indonesia dipertemukan, saya yakin hasilnya akan bagus sekali,” paparnya.
Wakil Ketua Tim Percepatan Sejarah, Religi, Tradisi dan Budaya Kemenpar, Tendi Nuralam, yang ikut hadir di Sales Mission Thailand setuju dengan Owatwaroj dan Dave Chang. Baginya, digital lifestyle adalah sebuah keniscayaan.
“Ini menarik. Selama ini, sales mission belum menyentuh OTA. Kita punya Traveloka, TripAdvisor, pegipegi dan booking.com. Kita juga punya Triponyu, yang meraih juara dalam kategori UNWTO Award 2017. Kalau ketemu, pasti akan matching, akan timbul banyak paket baru, demand baru. Ini akan efisien karena saling berbagi dalam memanfaatkan aset atau resources,” ujarnya.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya, yang didampingi Asisten Deputi Pengembangan Pemasaran I Regional I, Masruroh, juga seirama. Menjaring wisatawan melalui online adalah keharusan.
“Aneh kalau tidak digital. Costumer kita sudah berubah, 70 persen search and research dengan digital. Wisatawan bisa melakukan look-book-pay di mana saja, kapan saja. Kalau kita tidak segera masuk ke digital online platform seperti ini, pasti akan tertinggal dan sulit bersaing di level global. More digital more professional, more digital more personal, more digital more global,” katanya.
Baca Juga: Wonderful Indonesia Tawarkan Wisata di 3 Kota di Thailand