Menpar: Ekowisata Hutan Perlu Dilestarikan untuk Kesejahteraan

Rabu, 29 Agustus 2018 | 12:00 WIB
Menpar: Ekowisata Hutan Perlu Dilestarikan untuk Kesejahteraan
Bimbingan Teknis (Bimtek) Ekowisata Hutan (Pemandu Interpretasi), Selasa 28 Oktober 2018. (Dok: Kemenpar)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gong pembukaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Ekowisata Hutan (Pemandu Interpretasi) akhirnya ditabuh, Selasa 28 Oktober 2018. Kegiatan yang diinisiasi oleh Asisten Deputi Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) itu digelar di Hotel Santika, Banyuwangi, Jawa Timur.

”Seperti yang selalu diungkapkan Menteri Pariwisata, Arief Yahya, jika pariwisata semakin dilestarikan, maka akan semakin mensejahterakan. Begitu juga terhadap ekowisata hutan kita. Hutan semakin lestari, maka masyarakat sudah dipastikan akan semakin sejahtera,” ujar Asisten Deputi Pengembangan Wisata Alam dan Buatan, Alexander Reyaan, saat membuka acara Bimtek tersebut.

Alex memastikan, para pembicara sangat kompeten dan sangat bermanfaat untuk ekowisata hutan. Di hari pertama, ada nama Wiwien Wiyonoputri, yang menjabarkan dasar-dasar interprestasi.

Acara dilanjutkan Ary Suhandi, yang menjelaskan pentingnya pemahaman pariwisata berkelanjutan, dan ditutup oleh Rifki Sungkar.

Baca Juga: Maksimalkan Potensi Banyuwangi, Kemenpar Latih Pemandu Wisata

Sore harinya, para peserta diajak praktik modul yang terdiri dari identifikasi atribut penting, tema dan sasaran program interprestasi.

”Bimtek ini harus bermanfaat. Bukan hanya saat Bimtek, namun juga setelahnya. Ekowisata hutan akan semakin baik dan menjadi bagian kemajuan pariwisata di Indonesia,” harap Alex, yang juga diamini Kepala Bidang Pariwisata Kemenpar Eiffy, Efendy.

Menariknya, saat acara pembukaan, Banyuwangi sebagai tuan rumah langsung unjuk gigi. Daerah yang dekat dengan Pulau Bali itu menjadi contoh berbagai daerah atas prestasinya di bidang pariwisata.

”Kita berusaha merubah branding, yang tadinya tidak tahu bagaimana itu Banyuwangi, dan sekarang, Alhamdulillah, menjadi salah satu daerah yang sukses mendorong pariwisatanya di Tanah Air,” ujar Kepala Bidang Promosi Dinas Pariwisata Banyuwangi, Dwi Marhen Yono.

Pria yang biasa disapa Marhen itu menjelaskan, yang pertama dilakukan adalah membaca kondisi geografis dan demografis Kabupaten Banyuwangi.

Baca Juga: Alas Purwo Banyuwangi akan Dikunjungi Delegasi IMF-World Bank

”Dengan luas wilayah 5.782,50 km2, jumlah pulau 10, panjang garis pantai 175,8 km dan luas wilayah laut 175 km x 4 mil, maka kami percaya bahwa Banyuwangi akan terus maju dengan mendorong pariwisata,” ujar Marhen dalam paparannya.

Banyuwangi juga ditopang aksesibilitas terbaik. The Sun Rise of Java ini terhubung direct flight dengan poros Jakarta. J

Ada lima penerbangan langsung dalam sehari. Garuda Indonesia sekali dan masing-masing dua kali untuk Citilink, termasuk Nam Air. Waktu tempuh kira0kira 1,5 jam.

“Aksesibilitas menuju Banyuwangi sudah bagus. Ada pilihan tiga maskapai dari Jakarta. Otomatis waktu tempuhnya lebih singkat. Bandingkan dahulu lewat darat, dengan waktu tempuh 30 jam dari Jakarta,” tuturnya lagi.

Marhen menambahkan, dengan mendorong pariwisata, angka kemiskinan menurun drastis.  Ketika sudah mengkumandangkan pariwisata sebagai unggulan, angka kemiskinan di Banyuwangi menurun dari 20, 09 persen menjadi 8,57 persen.

Aksesbilitas pada 2010, menempuh perjalanan 8 jam dari Surabaya ke Banyuwangi. Sekarang hanya dengan 45 menit sudah sampai, dengan mendarat di Bandara Banyuwangi.

”Ada juga pertumbuhan-pertumbuhan yang lain. Jadi yakinlah bahwa pariwisata bisa mengangkat dan mensejahterakan masyarakat. Kami punya 4 kunci meningkatkan kinerja pariwisata dengan 3A dan 2K, yakni akses, amenitas, atraksi, dan K-nya adalah komitmen CEO dan kreatif yang terus memberikan inovasi agar pariwisata berkelanjutan. Begitu juga untuk ekowisata hutan yang bisa terus dikembangkan,” ujarnya.

Menteri Pariwisata, Arief Yahya, menambahkan, semua harus cepat dan tepat dalam melaksanakan percepatan pariwisata. Hanya visi, misi dan aksi yang bisa mengubah dunia. Visi tanpa aksi adalah fantasi. Aksi tanpa visi adalah  sensasi, alias kepentingan sesaat saja. Hal ini harus dilakukan juga di ekowisata hutan,” kata Marketeer of The Year 2013 versi MarkPlus itu.

Dia yakin, pendekatan ecotourism adalah benchmark yang paling bagus untuk Sustainable Tourism Development (STD). Itulah yang tengah dikembangkan UN-WTO maupun standar penilaian tour and travel index competitiveness World Economic Forum (WEF).

Pengembangan ekowisata tidak sama dengan mass tourism yang mengejar jumlah wisman. Ecotourism lebih mencari kualitas wisman dengan value yang lebih besar.

“Kemenpar mengembangkan kedua konsep itu. Keduanya saling melengkapi, saling mendukung. Kita harus punya destinasi dengan mass tourism. Kita juga terus mengembangkan atraksi untuk high end tourism,” kata Arief.

Target ekowisata, kata lulusan ITB, Surrey University Inggris dan Doktor Strategic Marketing Unpad Bandung itu adalah 10 persen dari total penghasilan pariwisata Indonesia.

“Angkanya sekitar USD 2 miliar, target pada 2019,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI