Suara.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai gerakan #2019GantiPresiden dan #2019TetapJokowi bukan suatu kampanye. Hal itu dinilai sebagai suatu kebebasan berbicara.
Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan, hal itu berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Menurutnya kampanye, adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh peserta pemilu, atau pihak lain yang diminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyampaikan visi misi ataupun citra diri.
Terkait hal itu, maka Bawaslu tidak memiliki wewenang untuk untuk menindak aksi gerakan tersebut. Pasalnya, hingga saat ini KPU belum menetapkan capres dan cawapres Pemilu 2019, yang mana penetapan tersebut dijadwalkan pada 20 September 2018 nanti.
"Apakah itu sudah ada? Belum, sehingga belum menjadi ranah Bawaslu karena capres itu sendiri belum ada," kata Fritz di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (27/8/2018).
Baca Juga: Momen Terakhir Bersama Anies Bikin Baper Sandiaga
Kendati demikian, Fritz mengatakan sebagai suatu wujud kebebasan berbicara, gerakan #2019GantiPresiden dan #2019TetapJokowi harus tetap mematuhi peraturan. Untuk itu dia pun menilai tidak diperbolehkan adanya intimidasi selama proses kebebasan berbicara itu berlangsung.
"Tapi dalam kebebasan berbicara, hendaklah untuk tetap patuh kepada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Apabila ada intimidasi, persekusi, silakan kepada kepolisian apa yang harus dilakukan. Tidak boleh ada intimidasi atau persekusi selama proses ini berlangsung," jelasnya.
Berkenaan dengah hal itu, Firtz menilai pelarangan terhadap gerakan #2019GantiPresiden di beberapa daerah merupakan kewenangan pihak kepolisian. Sebab untuk melakukan kegiatan yang melibatkan banyak massa harus sesuai prosedur yang berlaku.
"Itu kewenangan Polisi untuk menentukan di mana bisa berkumpul, berdemo, itu kan harus ada prosedur yang harus dilalui," tutupnya.
Baca Juga: Baru Jadian, Gadis Belia di Palembang Malah Diperkosa Pacar Baru