Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat (AMAN) mempertanyakan beberapa pasal draf RUU masyarakat adat yang dianggap merugikan masyarakat adat.
Dalam konferensi pers yang digelar Senin (27/08/2018) di kantor AMAN. Khalisa Khalid dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengatakan, Banyak hak-hak masyarakat adat yang dirampas oleh negara secara paksa dengan
UU yang ada.
Menurut koalisi ini, ada beberapa pasal yang dianggap telah melanggar hak masyarakat yang sudah melekat di kehidupan mereka. Seperti tidak adanya pengakuan masyarakat adat, wilayah adat yang dianggap sebagai wilayah negara, hak
perempuan adat, hak anak dan remaja adat dan tidak adanya hak berpartisipasi.
Saat ini draf RUU Masyarakat adat versi DPR masih tertahan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI karena
belum ada kepastian tentang Daftar Invertaris Masalah (DIM) yang katanya masih tertahan di Kementerian Hukum dan HAM.
Koalisi ini juga mencatat beberapa isu penting yang belum masuk di draf RUU ini, perihal hak perempuan adat dan kesetaraan gender. Yang menurut Devi Anggraeni, perempuan bisa memajukan pemuda dan mengelolanya kekayaan alam.
"Dengan cara memperkenalkan alam yang ada di sekitar pada pemuda, perempuan adat bisa memperkenalkan alam," ujar Devi.
Selain itu masyarakat adat sering kali memiliki konflik yang bersangkutan dengan memulihkan hak-hak yang diabaikan dan didiskriminasi oleh negara dengan memberikan pengakuan untuk melindungi masyarakat adat.
Maka dengan begitu, kata dia, undang-undang ini harus ditata ulang agar masyarakat adat dan negara bisa sejalan dengan cara pandang yang sama. Dengan prinsip keadilan, hak asasi manusia yang tanpa perlakuan diskriminasi dan pro lingkungan. (Imron Fajar)