Suara.com - Banyuwangi memiliki alam yang sangat eksotis. Banyak panorama alamnya yang mampu menarik minat wisatawan mancanegara.
Sayang, ekowisatanya masih belum tereksplorasi secara optimal, sehingga perlu dukungan kebijakan yang dapat mendorong pengembangan pariwisata yang lebih berdaya saing.
Kementerian Pariwisata siap mengakomodir hal tersebut, dengan merangkul stakeholder pariwisata Academician, Business, Community, Government, dan Media (ABCGM). Mereka diajak untuk bersama-sama merumuskan teknis pengembangan ekowisata di Banyuwangi.
Salah satunya dengan menyelenggarakan Bimbingan Teknis Ekowisata Hutan (Pemandu Interpretasi), di Hotel Santika Hotel, Banyuwangi, pada 28 - 30 Agustus 2018.
Baca Juga: Alas Purwo Banyuwangi akan Dikunjungi Delegasi IMF-World Bank
Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar, Rizky Handayani, mengatakan, ekowisata semakin diminati masyarakat, karena mereka dapat langsung menerima manfaat sebagai pelaku ekonomi.
"Bimtek kali ini tujuannya sangat jelas, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pemandu ekowisata menjadi interpreter. Melalui interpretasi yang baik, para wisatawan akan mendapatkan tambahan pengetahuan dan pengalaman yang berkualitas. Seorang pemandu wisata harus mampu mengemas cerita dan teknik penyampaian pun harus komunikatif, menarik, dan inovatif," ujarnya di Jakarta, Sabtu (25/8/2018).
Kiki, sapaan akrab Rizky, menambahkan, berbagai usaha peningkatan kualitas kegiatan ekowisata di Indonesia terus dilakukan. Tujuan utamanya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), dimana pemandu ekowisata merupakan ujung tombak perjalanan wisata.
Hadir sebagai narasumberadalah pakar bidang ekowisata, Ary S Suhandi, Rifky Sungkar , Agus Wiyono dari Yayasan Indecon, dan Wiwien Tribuwani W dari P2 Par ITB.
Kemenpar sendiri memiliki proyeksi target ekowisata di Indonesia pada 2019, 3.150.000 wisman. Sebanyak 35 persen diantaranya dihasilkan dari Geopark, atau 1.102.500 wisman.
Baca Juga: Karnaval Banyuwangi Dinilai Layak Jadi Event Dunia
Ekowisata di kawasan hutan konservasi sebesar 40 persen. sementara ketiga, ekowisata di kawasan hutan non konservasi sebanyak 25 persen, atau 787.500 wisman.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya, dalam prinsipnya selalu menekankan, pariwisata tidak boleh merusak alam. Konservasi merupakan cara jitu untuk tetap melestarikan alam sekaligus membangun pariwisata, karena pariwisata adalah urusan pelestarian.
Menurutnya, konservasi harus memberikan manfaat yang seimbang untuk keberlanjutan lingkungan, sosial budaya, dan nilai ekonomi masyarakat. Konservasi harus memiliki dua makna, cultural value dan financial value.
Konservasi, kata Arief, harus memberikan manfaat yang seimbang untuk keberlanjutan lingkungan, sosial budaya, dan nilai ekonomi masyarakat. Prinsip itu sudah terpatri dalam spirit kerja di Kementerian Pariwisata.
"Bukan hanya konservasi di sumber daya alam, tapi juga karya-karya budaya di negeri ini," katanya.