Hamsad Rangkuti Wafat, Akhir Miris Sastrawan Kritis

Bangun Santoso Suara.Com
Minggu, 26 Agustus 2018 | 15:34 WIB
Hamsad Rangkuti Wafat, Akhir Miris Sastrawan Kritis
Lukisan Sastrawan Hamsad Rangkuti dipajang di rumah duka Jalan Swadaya, Kelurahan Mampang, Kecamatan Pancoranmas, Kota Depok, Jawa Barat, Minggu (26/8/2018). (Suara.com/Supriyadi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sastrawan Hamsad Rangkuti menghembuskan nafas terakhir pada Minggu (26/8/2018). Meninggalnya sastrawan kelahiran Titikuning, Medan, Sumatera Utara, 7 Mei 1943 diungkap oleh sang istri, Nurwinda Sari.

Menurut Nurwinda, Hamsad Rangkuti meninggal pada Minggu sekitar pukul 06.00 WIB. Di akhir-akhir hidupnya, Hamsad Rangkuti mengidap penyakit komplikasi, yakni prostat, jantung dan stroke.

"Bapak sakit prostat, jantung, dan stroke, usai dirawat di RSUD Depok dan Rumah Sakit Siloam," kata Nurwinda Sari kepada Suara.com.

Menurut Nurwinda, sebelum meninggal dunia, Hamsad Rangkuti sempat koma selama kurang lebih tiga bulan lamanya.

Baca Juga: Survei Alvara: Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Ungguli Prabowo-Sandi

"Bapak tiga bulan alami koma dan hanya di tempat tidur saja," ujar Nurwinda.

Hamsad Rangkuti diketahui meninggalkan seorang istri, tiga anak laki-laki, satu anak perempuan dan delapan orang cucu. Jasad almarhum Hamsad Rangkuti dimakamkan di Pemakaman Umum Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat.

Sahabat dekat almarhum, Sutardji Calzoum Bachri juga mengucapkan turut belasungkawa karena kehilangan sahabat yang tulus dalam berkarya. "Saya turut berduka cita yang mendalam," kata Sutardji.

Hamsad Rangkuti dikenal sebagai sastrawan yang total mengabdikan hidupnya untuk sastra. Ia banyak melahirkan beberapa karya sastra.

Salah satu karyanya yang menarik adalah novel Ketika Lampu Berwarna Merah. Novel tersebut mencerminkan paradoks pembangunan yang dilakukan pemerintah.

Baca Juga: Karateka Putra Indonesia Raih Emas Kumite di Asian Games 2018

Ketika Kampu Berwarna Merah memenangkan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 1980. Karya ini merefleksikan kehidupan para gelandangan dan kaum yang tergusur di Jakarta.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI