Menurutnya, pola One Island One Management sangat positif. Benchmark-nya bisa berkaca pada sejumlah destinasi yang ada di negeri tetangga, Angkor Wat, misalnya.
Pembangunan kepariwisataannya dilakukan oleh satu manajemen atau single management. Hasilnya, aetiap tahun, Angkor Wat dikunjungi 750 ribu wisman.
Georgetown di Penang, Malaysia, juga sama. Sebagai UNESCO heritage site, destinasi tadi dikunjungi jutaan wisman per tahun. Georgetown juga dikelola hanya oleh satu manajemen.
“Maka, pengelolaan Bali pun harus dilakukan oleh single management. Dengan demikian,target 20 juta wisman pada 2019 mendatang relatif mudah dicapai,” kataArief.
Dengan kata lain, Bali akan diposisikan sebagai satu destinasi. Pada industri pariwisata sebenarnya batas-batas geografis atau administrasi pemerintahan, yang kurang relevan untuk dijadikan acuan dalam pengembangan destinasi pariwisata.
"Jangankan hanya batas-batas administrasi pemerintahan tingkat kota atau provinsi, ASEAN saja sudah membuat program ASEAN as a single destination, karena menyadari bahwa saat ini tidak hanya persaingan antar negara, tetapi sudah terjadi persaingan antar kawasan regional," tukas Arief.
Berbicara mengenai pengembangan pariwisata Bali, tidak bisa lepas dari delapan kabupaten dan satu kota yang mengelilinginya. Itu artinya, ada satu mata rantai aktivitas, di mana ada fungsi kewenangan dan regulasi. Harus ada koordinasi di antara semua pihak yang berwenang.
"Dalam hal ini, delapan kabupaten dan satu kotamadya akan sangat sulit satu destinasi dikelola oleh delapan bupati dan satu walikota. Keterkaitan dan keterhubungan antar daerah harus selaras, agar target 20 juta kunjungan wisman 2019 lebih mudah dicapai," katanya.