Suara.com - Meiliana Dipenjara Protes Volume Azan, Perlu Aturan Pelantang Suara Tempat Ibadah
Maarif Institute menilai, pemenjaraan Meiliana, ibu di Tanjungbalai, Sumatera Utara, yang mengeluhkan volume pelantang suara masjid saat mengumandangkan azan memperlihatkan kurangnya pemahaman penegak hukum mengenai hak asasi manusia.
Direktur Eksekutif Maarif Institute Muhd Abdullah Darraz mengatakan, perlu ada aturan baku mengenai volume pelantang suara masjid agar tak lagi menimbulkan kekeliruan dalam penegakan hukum.
“Hakim Pengadilan Negeri Medan menggunakan Undang-Undang PNPS 1965 tentang penodaan agama dalam kasus Meiliana ini sarat pelanggaran HAM. Tapi, kasus ini juga menjadi pintu masuk negara untuk mengatur penggunaan pelantang suara di rumah ibadah,” kata Abdullah, Kamis (23/8/2018).
Baca Juga: Hasil Sepakbola Asian Games: Uzbekistan & Suriah Lolos ke 8 Besar
Aturan mengenai pelantang suara di rumah-rumah ibadah itu diharapkan bisa didasarkan atas kepentingan publik.
Dengan begitu, Abdullah meyakini tak lagi ada hakim membuat putusan yang justru meruncingkan konflik di tengah masyarakat.
"Kami mengajak masyarakat untuk memberikan dukungan moral kepada Meiliana dan tim pembela untuk dapat memperjuangkan keadilan melalui mekanisme banding dan kasasi," tuturnya.
Sebelumnya, Meiliana terpaksa harus menjalani proses persidangan lantaran meminta tetangganya untuk mengecilkan suara pelantang masjid saat azan berkumandang.
Dalam persidangan pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Medan, Jalan Pengadilan, Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kelurahan Petisah Tengah, Kota Medan, Sumateara Utara, Selasa (21/8/2018), Ketua Hakim Wahyu Prasetyo Wibowo memutuskan Meiliana dipenjara selama 1 tahun 6 bulan.
Baca Juga: Syafruddin Terdiam saat Ditunjuk Megawati Jadi Kepala BPPN