Gempa Lombok, 2 Emak-emak Ribut Rebutan Terpal Sumbangan

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 23 Agustus 2018 | 07:58 WIB
Gempa Lombok, 2 Emak-emak Ribut Rebutan Terpal Sumbangan
Sejumlah warga beristirahat dekat rumahnya yang roboh pascagempa di Dusun Labuan Pandan, Desa Padak Guar, Kecamatan Sambelia, Lombok Timur, NTB, Senin (20/8). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dua emak-emak atau ibu-ibu korban gempa Lombok 6,9 Skala Richter (SR) di Dusun Senaru, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, sempat ribut adu mulut gara-gara memperebutkan satu terpal sumbangan untuk tenda darurat di depan rumahnya.

Dua ibu-ibu itu adu mulut ketika menemukan satu terpal di sela-sela sumbangan pakaian bekas dan sembako, kata seorang warga Desa Senaru, Nur Saad seperti diwartakan Antara, Kamis (23/8/2018).

Menurut dia, kedua emak-emak itu beradu mulut cukup lama pasca-gempa 6,4 SR tiga pekan lalu.

"Ini milik saya buat tenda, ibu yang satu lagi keras juga. Lama mereka adu mulutnya, kata Nur Saad.

Baca Juga: Fakta Ini Mengungkap Mengapa Kucing Suka Sekali Kotak

Ia mengaku sempat malu juga, karena kedua ibu-ibu itu adu mulut di depan penyumbang hingga akhirnya berdamai.

"Ibu yang tidak menerima tetap tidak terima gagal dapat terpal," katanya.

Warga yang terdampak gempa Lombok diketahui kesulitan mendapatkan terpal untuk membuat tenda darurat. Kalau pun ada, harganya melambung sampai Rp 1 juta dari biasanya yang hanya Rp 450 ribu per lembar.

"Kita sudah cari-cari di mana-mana, sampai ke Pasar Cakranegara Mataram sejak gempa besar pada 5 Agustus 2018, sampai sekarang tidak dapat juga," ujar Nur Saad yang namanya banyak dikenal di kalangan pendaki Gunung Rinjani.

Warga membutuhkan terpal berukuran 6 x 7 meter untuk membangun tenda yang mampu menampung sampai delapan orang, sementara bantuan tenda dari pemerintah masih terbatas.

Baca Juga: Gempa 5,4 SR Guncang Bali Pagi Ini

"Bantuan dari pemerintah untuk terpal belum ada juga, jadi kita harus mencari. Tapi sulit sekali dan harganya melambung," ujarnya lagi.

Sebagian warga memanfaatkan sisa terpal dari kegiatan pertanian atau kandang hewan ternak yang sudah rusak untuk membuat tenda yang diharapkan bisa melindungi mereka dari dingin kabut malam.

Bukan terpal saja, harga jerigen untuk air juga melonjak tinggi dari semula Rp 35 ribu menjadi Rp 55 ribu per unit.

"Itu pun jadi barang langka juga," kata dia.

Aminah, warga Dusun Koko Putek yang belum juga mendapatkan bantuan terpal dari pemerintah, sementara memanfaatkan dari terpal bekas untuk tenda.

"Sudah bolong, tetap saya gunakan dibandingkan kedinginan malam hari. Rumah sudah ambruk," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI