KPK Periksa 7 Kepala Daerah Terkait Mafia Anggaran APBN-P 2018

Senin, 20 Agustus 2018 | 20:22 WIB
KPK Periksa 7 Kepala Daerah Terkait Mafia Anggaran APBN-P 2018
Ketua KPK Agus Raharjo di Gedung KPK, Jakarta. [Suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sudah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan dana perimbangan keuangan daerah pada Rancangan APBN-Perubahan 2018.

Keempat tersangka tersebut adalah Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat Amin Santono, Eka Kamaludin dan Ahmad Ghiast dari pihak swasta.

Setelah itu KPK, langsung gencar mendalaminya dengan memeriksa sejumlah saksi. Dari sejumlah saksi tersebut sudah ada 7 Walikota dan Bupati yang sudah diperiksa KPK.

Mereka adalah Walikota Dumai Zulkifli, Bupati Halmahera Timur Rudy Erawan, Bupati Seram Bagian Timur Abdup Mukti Keliobas, dan Walikota Tasikmalaya Budi Budiman. Lalu ada Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti, Bupati Labuhan Batu Utara Khaerudinsyah Sitorus, dan Bupati Lampung Tengah Mustofa.

Baca Juga: Kasus Korupsi APBN-P 2018, Romahurmuziy Dipastikan Mangkir ke KPK

"Penyidik mendalami informasi yang diketahui saksi terkait proses pembahasan dana perimbangan daerah untuk daerah mereka masing dan dugaan aliran dana terkait pengurusan tersebut," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (20/8/2018).

Selain pejabat daerah, KPK juga sudah memeriksa saksi dari unsur legeslatif, baik pusat maupun daerah. Seperti Anggota DPRD Kabupaten Majalengka Deden Hardian Narayanto, Anggota DPR RI Sukiman dan Irgan Chairul Mahfiz.

"Kemudian Wakil Bendahara umum PPP Puji Suhartono," kata Febri.

Terkait kasus ini, KPK juga sudah memanggil Ketua umum PPP M Romahurmuziy (Rommy) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut. Namun, karena berhalangan Rommy tidak bisa memenuhinya.

Yaya, Amin, dan Eka disangka sebagai penerima dalam kasus ini, sedangkan Ahmad Ghiast disangka sebagai pemberi.

Baca Juga: Ratusan Napi Korupsi dan Teroris Ikut Nikmati Remisi Kemerdekaan

Amin diduga menerima Rp 400 juta sedangkan Eka menerima Rp 100 juta yang merupakan bagian dari 'commitment fee'sebesar Rp 1,7 miliar atau 7 persen dari nilai dua proyek di Kabupaten Sumedang senilai Rp 25 miliar.

Namun, uang suap untuk Yaya belum terealisasi meski Yaya sudah menerima proposal dua proyek tersebut yaitu proyek di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan di kabupaten Sumbedang senilai Rp 4 miliar dan proyek di dinas PUPR kabupaten Sumedang senilai Rp 21,85 miliar.

Kasus yang diungkap melalaui OTT tersebut, KPK total mengamankan sejumlah aset yang diduga terkait tindak pidana yaitu logam mulia seberat 1,9 kilogram, uang Rp1,844 miliar termasuk Rp 400 juta yang diamankan di lokasi OTT di restoran di kawasan Halim Perdanakusumah, serta uang dalam mata uang asing 63 ribu dolar Singapura dan 12.500 dolar AS.

Uang selain Rp 500 juta untuk Amin dan Eka serta emas tersebut diperoleh dari apartemen Yaya di Bekasi.

Amin, Eka dan Yaya disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Ahmad disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo KUHP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI