Suara.com - Sekretariat Jenderal Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PPIPM) Hafizh Syafa’aturrahman meminta presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama DPR melakukan langkah perlindung terhadap anak dari ancaman bahaya rokok yang semakin darurat di Indonesia.
Langkah perlindungah salah satunya ialah segera mensahkan RUU larangan pemasangan iklan rokok di semua media baik berupa iklan spanduk maupun tayangan di televisi.
“Kami mendorong RUU segera disahkan, tidak ada iklan rokok. Kenapa? Karena salah satu pendorong usia perokok muda karena melihat iklan yang menyesatkan seperti merokok jadi macho. Iklan olahraganya bisa menang, bentuk penyesatan," kata Hafizh di gedung dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (20/8/2018).
Menurut dia, berdasarkan penelitian, iklan promosi sponsor rokok mempengaruhi perilaku merokok dan meningkatkan prevalensi merokok pemula pada anak.
Baca Juga: Perjuangan Keluarga di Balik Kemenangan Emas Taekwondo Defia
Selain itu, penerapan 100 persen kawasan tanpa rokok, harus lebih besar dilakukan sebagaimana yang menjadi komitmen Presiden Jokowi dalam program Nawa Cita.
Salah satu jalan atas situasi dararut yang tergambarkan dari berbagai kasus Rapi Ananda Pamungka seorang anak asal Sukabumi berusia 2 tahun. Anak tersebut telah mengalami kecanduan rokok dengan menghabiskan 40 batang rokok per hari.
"Perilaku merokoknya jelas mengejutkan semua pihak, Rapi saat ini dalam kondisi adiktif dan terancam kesehatannya," katanya.
Ia mengungkapkan jika kondisi Rapi bukan hal pertama di Indonesia. Perilaku kecanduan merokok pada usia balita ini merupakan hal yang sangat mengerikan.
Berdasarkan data atlas pengendalian tembakau ASEAN mengungkapkan, lebih 30 persen anak Indonesia mulai merokok sebelum berusia 10 tahun. Jumlah tersebut mencapai 20 juta anak.
Baca Juga: Beredar Daftar Tim Pemenangan Prabowo, Rachmawati: Itu Hoax
Ia mengatakan Indonesia adalah salah satu negara rokok terbesar di dunia, dengan lebih dari 60 juta perokok aktif pada 2017 ini berdasarkan data Kementrian Kesehatan. Pada tahun itu pula kementerian mencatat peningkatan 8,8 persen dalam jumlah perokok muda yang berusia 10 hingga 18 tahun.
"Selain itu, harga rokok di Indonesia merupakan harga paling murah. Hal itu diperparah konsumsi rokok banyak dikonsumsi oleh keluarga miskin. Rokok juga menjadi kebutuhan nomor dua setelah beras," sebut Hafizh.