Usai Lampu Stadion Padam, Suka Duka di Balik Asian Games 2018

Senin, 20 Agustus 2018 | 14:04 WIB
Usai Lampu Stadion Padam, Suka Duka di Balik Asian Games 2018
Suasana Upacara Pembukaan Asian Games 2018 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (18/8/2018) malam. [INASGOC/Rosa Panggabean/pras/18]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seluruh lampu stadion telah padam, pesta pembukaan Asian Games usai, dan para pembesar sudah kembali ke peraduan, dengan segala puja puji kepada mereka. Setelah riuh rendah menjadi samar-samar, 500 orang penyapu datang. Mereka bekerja di kegelapan, untuk melayani terang.

Tiga orang berpakaian oranye dan berompi hijau sibuk memasukkan plastik-plastik sampah ke kantong hitam berukuran besar di area Stadion Gelora Bung Karno, Sabtu (18/8/2018) malam.

Sementara seorang lainnya menjadi mandor, mengawasi mereka dan mencari sampah-sampah yang tercecer.

”Kami baru bekerja setelah jam 22.00 WIB. Tadinya tak boleh masuk, karena di stadion masih ada RI 1 (Presiden Joko Widodo). Dia datang sejak sore,” kata Abdurrahman pengawas relawan kebersihan di Stadion GBK, Senayan, Jakarta, Sabtu (18/8) malam pekan lalu.

Baca Juga: Mulai September, Kendaraan Militer Beralih Pakai Bensin Biodiesel

Abdurrahman dan krunya sudah bersiaga sejak pagi di kawasan Senayan. Namun, mereka tak langsung dibolehkan bekerja. Sebab sejak Sabtu pagi, personel TNI dan Polisi mengadakan latihan pengamanan.

Seusai seremoni Asian Games 2018, barulah mereka bekerja, memunguti sampah terutama di dalam area stadion.

”Setelah selesai di dalam stadion, baru kami sweeping sampah yang ada di luar. Banyak sekali. Kalau hari biasa, sampahnya paling 33 ton, tapi malam ini tampaknya bisa mencapai 43 ton atau bahkan 45 ton nih,” tuturnya.

Meski bekerja hingga larut malam, Abdurrahman mengakui tak ada kompensasi seperi uang bonus untuk mereka.

”Tidak ada bonus. Kalau jatah makan sih dikasih oleh Inasgoc. Ya ibaratnya mobil, kalau tak ada bensin kan tidak bisa jalan,” tukasnya.

Baca Juga: Isu Mahar Politik Sandiaga, Andi Arief Tak Jadi Diperiksa Bawaslu

Upaca pembukaan Asian Games 2018 dipuji banyak orang sebagai pesta yang sukses, mewah, dan mengagumkan.

Presiden Joko Widodo yang digambarkan dalam video pembuka seremoni itu tampil maskulin, dipuji oleh banyak warga Asia.

Begitu pula deretan artis yang menunjukkan kebolehkannya, membuat tetamu dan penonton pulang sembari melontarkan celotehan decak kagum terhadap mereka.

Namun, di balik semua itu, ada banyak orang seperti Abdurrahman yang tetap bekerja agar Asian Games 2018 bisa diguratkan sebagai kesuksesan oleh pena sejarah.

Tanpa berharap pujian apalagi bonus, mereka tetap bangga menopang kegemerlapan pesta olahraga sebulan tersebut.

Petuga kebersihan saat bekerja seusai acara upacara Pembukaan Asian Games 2018, Sabtu (18/8/2018) malam. [Suara.com/Ria Rizki Nirmala Sari]
Petuga kebersihan saat bekerja seusai acara upacara Pembukaan Asian Games 2018, Sabtu (18/8/2018) malam. [Suara.com/Ria Rizki Nirmala Sari]

Tak Ada Jatah Makan

Sabtu masih terang ketika warga Jakarta, daerah lain, hingga turis mancanegara sibuk mengantre di loket-loket penukaran tiket elektronik untuk mengikuti seremoni pembukaan Asian Games 2018, malamnya.

Darmawan juga berada di kompleks stadion hasil bantuan para komunis Uni Soviet untuk Indonesia yang menjadi tuan rumah Asian Games IV tahun 1962 tersebut.

Berbeda dengan warga yang mengantre, Darmawan sibuk mengangkut plastik  sampah besar ke mobil operasional.

Darmawan adalah petugas Satuan Pelaksana Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Selatan khusus wilayah Kebayoran Baru.

Namun, sejak sebulan lalu, ia ditugaskan atasan untuk menjadi relawan khusus kebersihan di lingkungan sekitar Stadion GBK.

"Dua minggu, mungkin lebih ya, saya ditugaskan untuk menjaga kebersihan di sekitaran GBK dengan status relawan," kata Darmawan saat bertugas di Jalan Pintu Satu Senayan.

Ia mengakui bersemangat sekaligus bangga, karena ditugaskan sang atasan untuk menjadi relawan kebersihan di arena Asian Games 2018.

Bagi orang kecil seperti Darmawan, mendapat tugas mengangkut sampah pada ajang olahraga tertinggi se-Asia itu adalah sejarah yang bisa ia ceritakan secara bangga kepada siapa pun.

Darmawan mengakui malu kalau melihat banyak sampah di kawasan GBK. Bukan sampah alami seperti dedaunan, melainkan plastik minuman, makanan, dan lainnya yang dibuang sembarangan oleh pengunjung.

Darmawan dan relawan kebersihan di kawasan Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (18/8/22018). [Suara.com/Ria Rizki Nirmala Sari]
Darmawan dan relawan kebersihan di kawasan Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (18/8/22018). [Suara.com/Ria Rizki Nirmala Sari]

"Kita merasa malu lah, apalagi ini yang datang banyak dari mancanegara. Sebagai tuan rumah kan malu kalau kotor. Paling sering saya temui sampah bekas kotak makanan dan botol bekas minuman. Itu buruan saya yang utama," ujarnya.

"Mbak lihat sendiri deh tuh bekas botol minum digeletakin gitu aja. Belum lagi kotak-kotak makan yang bekas nasi boks itu juga banyak banget," tuturnya, sembari menunjuk ke salah satu sampah yang berada di trotoar.

Darmawan mengakui, ada pula boks bekas makanan yang berserakan dibuang oleh relawan lain.

Tapi dirinya tak melakukan hal yang sama. Sebab, ia sendiri tak pernah mendapat jatah makan saat bekerja sebagai relawan di sana.

"Ya, itu bekas, mungkin dari relawan-relawan lain, atau petugas kepolisian yang dikasih jatah makan. Untuk makan saya hari ini belum tahu. Ya, saya sih mencoba loyal (setia) saja, karena dari kemarin tidak ada (pemberian) apa-apa. Mungkin kalau aparat dikasih ya. Dari instansi saya tuntutannya cuma bagaimana lingkungan GBK itu steril dari sampah," jelasnya.

Bekerja tanpa jatah makan tak melunturkan kebanggaan Darmawan sebagai personel yang menyukseskan Asian Games 2018.

"Saya di sini bekerja sampai malam. Tak ada liburnya. Bawa happy saja. Jatuhnya, saya bangga ditunjuk jadi pembersih lingkungan GBK.”

Tak Ada Libur

Benar, kata Darmawan memastikan, bahwa relawan kebersihan seperti dirinya belum mendapat jatah libur sejak dua pekan lalu ditugaskan sebagai ”polisi sampah” di Stadion GBK untuk Asian Games 2018.

"Kerja 8 jam, tapi tak dapat libur, hari Sabtu dan Minggu juga masuk," kata Darmawan sembari mencari sampah.

Setiap hari, Darmawan mengakui ia dan rekan-rekannya bekerja dalam dua sif. Setiap tim per sif mendapat jatah kerja selama 8 jam.

Namun, seringkali mereka bekerja melebihi waktu kerja. Tak jarang, mereka bekerja sampai malam, karena jumlah sampah yang terserak di area tersebut terbilang banyak.

Walau telah bekerja keras selama 7 hari dalam sepekan dan seringkali sampai larut malam, tak ada uang bonus atau uang lembur untuk mereka.

”Ya bagaimana ya, walau begitu, namanya juga kerja, apalagi buat Asian Games, saya setia.”

Penjaga loket penukaran tiket masuk Asian Games 2018 di GBK, Jakarta, Sabtu (18/8/2018). [Suara.com/Ria Rizki]
Penjaga loket penukaran tiket masuk Asian Games 2018 di GBK, Jakarta, Sabtu (18/8/2018). [Suara.com/Ria Rizki]

Impian Tak Sampai Favian

Favian Ra sudah menjadi gadis dewasa dalam usianya yang ke-23 tahun, saat ia merasa beruntung bisa mendapatkan pekerjaan sebagai petugas penjaga loket tiket Asian Games 2018 di Stadion GBK.

Namun, ada satu impian sedari kecil yang belum kesampaian hingga kekinian, yakni menyaksikan langsung upacara pembukaan Asian Games.

Pun tidak tahun ini, ketika jarak loketnya dengan stadion utama GBK hanya selemparan batu.

"Meski jadi petugas loket, saya tak bisa seenaknya masuk stadion utama. Yang mengatur kan bos. Kayaknya sih saya tak dapat jatah masuk,” tutur Favian di loket Gate 4 GBK.

Favian merasa kecewa, tapi ia tetap berbangga hati. Terlebih, Favian senang fasilitas di loketnya terbilang terbaik selama Asian Games 2018.

"Fasilitas yang dikasih enak, di sini ada internet, AC, makan dikasih terus, tidak masalah lah," katanya seraya tertawa.

Tak hanya itu, Favian juga mengakui senang karena dalam Asian Games 2018, ia tertantang melayani calon penonton dari negara asing.

Ia menceritakan, pernah kesulitan berkomunikasi dengan pengunjung mancanegara asal negeri Thailand, Jumat (17/8).

"Ada tuh waktu kemarin, penonton dari Thailand mau menukar  tiket tapi tak bisa bahasa Inggris. Bahasa Inggris saja tak bisa, apalagi bahasa Indonesia," tukasnya.

Akhirnya, Favian terpaksa berkomunikasi dengan penonton asal Thailand tersebut menggunakan bahasa isyarat.

"Ya mau tak mau pakai bahasa isyarat. Mau Bagaimana lagi, yang penting dia bisa masuk tanpa ada kendala," ujarnya.

Tantangan Favian sebagai penjaga loket bukan hanya kendala bahasa, namun juga kesabaran dirinya menghadapi calon penonton yang 'ngeyel'.

"Ini kejadian mau dari mancanegara ataupun dari warga lokal. Posisi dia kan tak mengerti, terus minta dijelaskan, ya sudah saya beri penjelasan. Tapi begitu saya jelaskan dia tetap tak mengerti, malah marah-marah," kenangnya.

Terjatuh di Kali Item

Satu per satu atlet dari 73 negara terlihat meninggalkan Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat menuju Gelora Bung Karno, Sabtu (18/8/2018). Tetapi, hal itu tidak berlaku untuk petugas Unit Pelaksana Kerja Badan Air Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta.

Salah satunya Yusup Supriadi, 24 tahun yang ditemui Suara.com saat sedang beristirahat di sekitar Kali Sentiong atau populer dengan sebutan Kali Item. Ia menjadi salah satu penanggung jawab atas kebersihan Kali Item.

Sudah 4 tahun dia berjibaku memunguti sampah-sampah yang menyatu dengan air di Kali Item maupun Danau Sunter.

Yusup dan Junaman, dua petugas kebersihan Kali Item, Sabtu (18/8/2018). [Suara.com/Ria Rizki Nirmala Sari]
Yusup dan Junaman, dua petugas kebersihan Kali Item, Sabtu (18/8/2018). [Suara.com/Ria Rizki Nirmala Sari]

Meskipun hanya pegawai kontrak, waktu kerja yang ia jalani serupa dengan jam kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Terlebih, sebelum Asian Games 2018 berlangsung, ia telah diperintahkan instansinya secara untuk bekerja ekstra mengangkut sampah.

"Kalau biasanya yang pagi mulai jam 8 pagi sampai jam 3 sore. Tapi kalau selama Asian Games harus nyubuh dari kontrakan, karena disuruh masuk jam 6 pagi," kata Yusup, warga asli kota Bandung.

Kali Sentiong atau beken disebut Kali Item, sempat menjadi pusat polemik para pembesar menjelang Asian Games 2018.

Itu setelah Gubernur DKI Anies Baswedan menutup Kali Item memakai kain jaring berwarna hitam.

Kain itu dimaksudkan untuk mengaburkan bau busuk serta menghindarkan mata para atlet asing dari kali yang dianggap tak indah tersebut.

Tak hanya itu, setelah kain waring dianggap belum mampu mengatasi bau tak sedap, pemprov juga menaburkan bubuk pengawi ke Kali Item.

Yusup menuturkan, persoalan bau tak  sedap di kali dekat wisma atlet tersebut telah teratasi. Walau begitu, ia dan teman-temannya tetap bersiaga, memunguti sampah di kali, agar tak merusak ”suasana” Asian Games 2018.

Menurutnya, hal itu bukan menjadi suatu beban, sebab upah yang ia terima masih bisa mencukupi kehidupan sehari-hari.

"Alhamdulillah kerja di sini sudah dari 2014, gaji pertama saya cuman Rp 1,5 juta, setiap tahun naik. Sekarang dapat Rp 5,7 juta," ujarnya.

Selain itu, selama Asian Games 2018 berlangsung, ia mengakui volume sampah di kali tersebut berkurang.

Kalau sebelum persiapan Asian Games dimulai, ia seringkali mengangkut sampah hingga 7 truk berukuran kecil per hari.

"Sebelum Asian Games itu kami bolak balik sampai 7 kali, buat mengangkut sampah doang. Lah sekarang pas ada Asian Games apalagi ada Wisma Atlet, cuman 1 truk saja, itu juga gak penuh," ujarnya.

Meskipun dituntut untuk bekerja ekstra, dirinya mengaku tidak diberi bonus dari instansinya selama Asian Games 2018.

"Bonus mah tak ada, cuman lebih ringan saja ini kerjaan kita, gara-gara sampahnya berkurang. Dulu mah banyak banget sampahnya, aneh-aneh lagi isinya, kulkas lah, spring bed lah," ujarnya.

Cerita lain disampaikan oleh Junaman, 24 tahun, warga asal Ciamis, Jawa Barat. Pada saat mengangkut sampah di Kali Item agar tak dicibir turis maupun atlet asing saat Asian Games, ia sempat tercebur ke sungai.

Kejadian itu baru dialaminya dua hari lalu, saat bekerja pada sif pagi. Karena terlalu asyik bercanda dengan temannya, ia malah terpeleset dan kehilangan keseimbangan.

"Kemarin-kemarin saya lagi bercanda sama si Yusup, rebutan air minum di bawah (di Kali Item). Lagi ketawa-ketawa begitu, nggak taunya malah kedorong, jatuh lah. Bukannya dibantuin malah diketawain," tuturnya sembari tertawa.

Bekerja sebagai pengangkut sampah di Kali Item yang terkenal kotor tersebut, Junaman tak jeri, bahkan bersemangat. Apalagi dirinya mengetahui banyak atlet mancanegara yang tinggal di Wisma Atlet.

"Ya, saya sih senang-senang saja, namanya juga nyari duit, bantuin jadi bersih, banyak bule malu lah kalau kotor. Ya kalau masalah bau emang agak susah diilanginnya. Buat kita sih sudah biasa, kalau mereka kan enggak," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI